Pernikahan Usia Dini dan Stunting

Stunting menurut WHO adalah penurunan laju pertumbuhan panjang badan atau tinggi badan dalam keseluruhan proses pertumbuhan perkembangan yang ditentukan dengan nilai height for age atau tinggi badan menurut dibawa dari minus 2 standar deviasi. Balita yang mengalami stunting meningkatkan resiko penurunan kemampuan intelektual, menghambatnya kemampuan motorik, produktifitas dan peningkatan risiko penyakit degenerative di masa mendatang.

Salah satu penyebab stunting adalah pernikahan dini dimana sebenarnya ibu belum sepenuhnya siap untuk mengandung dan melahirkan sehingga pengetahuan tentang gizi untuk anak kurang. Faktor lainnya adalah kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, kurangnya asupan gizi pada anak terutama seribu hari pertama kehidupan. Penulis setuju terhadap ketiganya, memiliki anak tentu memerlukan persiapan yang matang sehingga bisa mengurangi resiko stunting yang sedang marak. Artinya, pernikahan dini yang disebabkan pergaulan bebas dan psikologis orang tua yang belum memenuhi kesanggupan dalam memiliki anak.

Saat ini, Indonesia menghadapi kasus stunting sebanyak 43,5% yang dialami anak balita dimana rentang usia ibu antara 14-15 tahun yang merupakan pernikahan dini. Hal inilah yang juga menjadi faktor utama yang berdampak buruk bagi kesehatan. Sedangkan usia ibu antara 16-17 tahun sebesar 22,4%. Secara psikologis perempuan dengan usia dalam rentang remaja dalam pernikahan masih belum matang dan siap secara psikis untuk menjadi seorang ibu. Jika pada usia remaja, perempuan sudah menikah atau melakukan pernikahan dini maka antara ibu dan janin yang ada dalam kandungan saling berebut untuk mendapatkan asupan gizi.

Anak yang lahir dari ibu yang menikah dini memiliki kesempatan hidup yang rendah dan lebih besar memiliki masalah gizi pada anaknya seperti pendek, kurus, dan gizi buruk. Hal tersebut kemungkinan bisa terjadi karena ibu balita yang umurnya kurang dari 18 tahun biasanya memiliki pola asuh yang kurang baik tersebut dapat berdampak pada status gizi anaknya. Pada penelitian yang dilakukan Afifah menunjukkan bahwa persentase anak pendek meningkat pada ibu yang menikah pada usia dini. Semakin muda usia pernikahan ibu, maka proporsi balita dengan status gizi pendek semakin meningkat.

Pernikahan dini saat ini menjadi salah satu masalah kependudukan yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab tingginya angka kelahiran dan kematian pada ibu dan anak. Adapun faktor yang melatarbelakangi pernikahan dini di kalangan masyarakat desa tunggak crème kecamatan wonomerto antara lain rendahnya pendidikan. Berdasarkan beberapa penelitian pergaulan remaja yang semakin cenderung lepas dan los, tanggung jawab orang tua yang kurang dalam memberikan perhatian dan kurang dapat mengendalikan pergaulan anak sehingga terjadilah hamil di luar nikah yang berujung pada pernikahan dini.

Pernikahan dini biasanya berdampak pada kejiwaan maupun biologis pasangan pernikahan antara lain (1) pasangan suami istri pada pernikahan dini kurang dapat mengatur menegemen konflik yang ada dalam rumah tangganya, (2) saling menyalahkan apabila menghadapi masalah yang timbul dalam rumah tangganya, dan (3) masih banyak problem lainnya terutama dalam hal kesehatan. Masa kehahamilan di usia yang kurang dari 21 tahun antara lain keadaan Rahim dan panggul belum sepenuhnya optimal akibatnya akan menimbulkan kesakitan bahkan kematian saat persalinan, bayi meninggal dalam kandungan, nifas, resiko keguguran, tekanan darah tinggi, bayi lahir belum waktunya, berat bayi rendah, eklamsia (keracunan kehamilan)

Secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan di usia muda merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun (Akbar, 2020). Dampak yang di alami pasangan pernikahan usia dini terutama pada perempuan tentang kesehatan sangatlah banyak akhir-akhir ini juga muncul istilah stunting yang di alami sebagian besar masyarakat. Adapun penyebab stunting itu sendiri terdiri dari beberapa faktor, penyebab langsung antara lain kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, kurangnya asupan gizi pada anak terutama seribu hari pertama kehidupan. Penyebab tidak langsung antara lain kurangnya makanan yang bergizi, pemberian makanan pada bayi kurang sesuai dengan standatr kesehatan, kurang menjaga kebersihan, pengetahuan orang tua tentang gizi kurang, tempat kerja, kurangnya air bersih, kurangnya air minum, saran prasarana, kurang sanitasi dan akses pelayanan kesehatan kurang maksimal.

Sebagaimana dalam pasal 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak beserta perubahan-perubahannya, hak atas kesehatan sejatinya merupakan saah satu cerminan pemenuhan hak anak untuk dapat hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pasal 8 UU Perlindungan Anak juga menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Penulis: Adji Pratama Putra


0 Response to "Pernikahan Usia Dini dan Stunting"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel