Menelusuri Belantara Ulama Perempuan Nusantara

Diva press online 

Judul Buku : Khazanah Ulama Perempuan Nusantara

Penulis : Nur Hasan

Penerbit : IRCiSoD

Tahun : April, 2023

Tebal : 332 hlm.

ISBN : 978-623-5348-46-9

Belakangan, kajian keislaman dan keperempuanan memang menjadi dua maujud yang kerap dipertemukan. Baik dalam bentuknya yang kompromistis ataupun konfrontatif. Dalam bentuknya yang kompromistis, misalnya, para pemikir berusaha untuk menegosiasi ulang dan menyatakan bahwa Islam tidak memarjinalkan perempuan. Sementara, bentuknya yang konfrontatif seolah-olah mengindikasikan adanya peminggiran perempuan dalam khazanah keislaman. Ini merupakan pembahasan menarik yang mencoba menilik kaitan Islam dan perempuan. 

 Dalam tubuh Islam ada satu konsep sentral yang sudah tidak asing. Tidak adalah adalah term ‘ulama’ yang menjadi titik pusat dari perjalanan Islam sepanjang zaman. Ia hadir sebuah sebuah lakab terhadap seseorang yang mempunyai kepakaran khusus di dalam ilmu agama. Kendati—perlu dicatat secara seksama—ketika hendak ditilik menggunakan tesma linguistik term tersebut sangat universal. Tidak hanya terpaku terhadap ilmu keislaman saja. Sayangnya, lema itu semakin mengalami peyorasi atau penyempitan. 

Hingga kemudian sampai pada suatu kesimpulan di mana term tersebut justru hanya digunakan kepada laki-laki. Dengan kata lain, perempuan tidak layak atau bahkan tereksklusi dari term ulama. Anggapan seperti ini yang telah mengisi mayoritas kepala umat muslim. Tatkala term ulama disebut yang terlintas seketika hanyalah laki-laki yang mempunyai kepakaran khusus. Hingga kemudian muncul term tandingan yakni ‘ulama perempuan’. Ini diinisiasi oleh para sarjana yang mencoba memberi perhatian terhadap posisi perempuan.

Term tersebut seolah-olah menegaskan bahwa tidak hanya laki-laki yang mempunyai andil dan kepakaran khusus di bidang agama Islam. Perempuan juga merupakan makhluk yang tidak dapat dikesampingkan keberadaannya dalam perjalanan panjang khazanah keislaman. Secara eksplisit, hal itulah yang diuraikan oleh Nur Hasan di sini. Ia dengan telaten mencoba menelusuri belantara ulama Nusantara (yang patriarki itu) dan kemudian mengambil banyak nama perempuan. 

Bukan sembarang nama perempuan yang dicomotnya, melainkan mereka yang mempunyai sumbangsih konkret. Salah satunya adalah Syaikhah Fatimah al-Banjari yang merupakan penulis kitab Parukunan Melayu. Sebuah kitab sederhana yang berusaha mengurai hal-hal paling mendasar dalam agama Islam. Naifnya, kitabnya tersebut justru diklaim sebagai buah tangan Mufti Jamaluddin al-Banjari. Seminim-minimnya, ini mengindikasikan bahwa menjadi perempuan yang mencoba memberikan sumbangsih mengalami hambatan tersendiri. 

Bukan sesuatu yang baru ketika terjadi pembelokan siapa penulis sesungguhnya. Sebelumnya juga ditemukan fenomena senyawa. Berdasarkan penelitian filologis dan historis, teks tasawuf yang dikenal sebagai karya oleh Syekh Arsyad al-Banjari, ternyata karya oleh seorang perempuan. Setidaknya, ini memberikan gambaran umum bahwa ulama perempuan di panggung Nusantara mempunyai posisinya sendiri. Maksud posisinya sendiri adalah mereka eksis hanya saja seperti berada di rimbun belantara bersamaan banyaknya ulama laki-laki. 

Ketika pada abad ke-19 ulama-ulama Nusantara banyak belajar ke Timur Tengah, hal tersebut memiliki keuntungan tersendiri. Jumlah orang yang kemudian belajar ke sana membengkak. Sayangnya, lagi-lagi hal ini memberikan efek domino terhadap perempuan. Utamanya ketika nama-nama besar dari laki-laki mempunyai posisi vital di sana. Tidak heran jika seorang semacam Syaikhah Fatimah al-Falimbani nyaris terlupakan. Padahal, ia mempunyai peran besar di dalam transmisi keilmuan, khususnya bidang hadis. 

Barangkali memang ada banyak alasan mengapa perempuan terpinggirkan dalam ranah keulamaan. Yang jelas peminggiran perempuan tidak memberikan kesimpulan bahwa mereka tidak mempunyai andil. Mereka mempunyai andil hanya saja luput dari catatan banyak sejarawan. Dengan demikian, penulis mencoba untuk menghadirkan catatan dengan penelusuran terhadap nama-nama ulama perempuan. Nama yang selama ini tenggelam di tengah rimbunnya nama laki-laki yang mengisi term keulamaan. 

0 Response to "Menelusuri Belantara Ulama Perempuan Nusantara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel