Kaum Sarungan Pelopor Perdamaian

Sumber: pesantren.ID

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan hasil dari perjuangan para santri dan kiai. Di era milenium yang serba instan ini, menjadikan masyarakat Indonesia khususnya santri seakan lupa bahwa kemerdekaan yang kita dapat hari ini bukan sebuah sesuatu yang instan dan tanpa perjuangan. Sejarah panjang negeri ini telah ditorehkan oleh para founding fathers kita dan sesepuh kiai seluruh Indonesia. Mereka meletakkan dasar keagamaan sekaligus nasionalisme dalam diri rakyat Indonesia (www.almunawwir.com).

Peran santri sangat lah diperlukan mengetahui polemik di negeri ini yang kian hari kian pelik. Mulai masalah ekonomi dengan kemiskinannya, pendidikan, politik, hingga agama. Negara ini membutuhkan sosok yang dapat melakukan perubahan dan penataan kembali menuju Indonesia yang lebih baik yakni dari kalangan ulama dan santri.

Pengertian santri diperuntukkan bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu agama Islam selama kurung waktu tertentu dan tinggal menetap di pondok pesantren. Namun ada beberapa pengertian lain yang mendefinisikan arti kata santri diantaranya yaitu menurut KBBI yang menjelaskan bahwa santri merupakan seseorang yang sedang menuntut ilmu agama Islam. Sedangkan dalam bahasa Jawa santri diartikan dari kata “Cantrik” yang memiliki arti seseorang yang selalu setia mengikuti gurunya dan ikut serta kemanapun gurunya pergi. 

Jika ditelusuri huruf per huruf, ternyata kata “santri” tersusun dari beberapa huruf Arab, yakni Sin, Nun, Ta’, Ra’, dan Ya’. Tentu ada makna-makna tersembunyi dibalik huruf-huruf hijaiyah tersebut. Menjadi menarik ketika kita mampu memaknainya secara filosofis dan mencoba mengaitkannya kedalam ranah spiritualitas.

Sin, ko menempuh jalan spiritual menuju akhirat. Filosofi pertama dari kaum bersarung jelas bahwa orientasi kehidupan mereka yaitu kehidupan akhirat (kehidupan setelah dunia). Dunia hanyalah tempat berusaha dan ikhtiar menuju kehidupan di akhirat yang abadi, dan kekal.

Nun, “naib anil masyayikh”, penerus para guru. Santri merupakan generasi penerus para kiai, ulama, dan leluhur. Mereka siap mengabdikan diri kepada umat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para pendahulu mereka, menyampaikan ilmu, menyerukan kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Santri sangat dibutuhkan agar keilmuan para kiai dan ulama tidak terputus.

Ta’, “tarik anil ma’ashi”, meninggalkan dosa. Ada berbagai macam dosa yang harus di hindari diantaranya yaitu dosa pada diri sendiri, Allah Swt, sesama manusia, dan dosa kepada alam sekitar. Dosa kepada diri sendiri misalnya kebodohan dan ketertinggalan pengetahuan. Seorang santri harus mampu menuntut ilmu setinggi mungkin baik ilmu agama maupun ilmu umum agar tidak terjerumus kedalam kebodohan. Dosa pada Allah Swt misalnya melakukan maksiat dan tidak menjalankan syariat-syariat-Nya. Dosa pada sesama manusia misalnya abai kepada sekitar, acuh, dan tidak saling menolong. Dosa yang terahir yakni dosa kepada alam. Alam merupakan ciptaan Allah Swt yang patut kita syukuri dan lestarikan keberadaannya, memanfaatkan secukupnya dan tidak mengeksploitasinya. Salah satu bentuk dosa kepada alam seperti membuang sampah sembarangan, tebang liar, serta mencemari lingkungan. 

Ra’, “raghib ilal khair”, menghasrati kebaikan. Posisi santri di sini sebagai pribadi yang harus menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Santri paham bahwa kebaikan selalu berada di atas kebenaran. Mereka selalu berpegang pada ajaran-ajaran dan syariat agama Islam dalam setiap perbuatan sehingga perbuatan mereka selalu bermoral baik dalam masyarakat maupun negara. 

Ya’, “yarjus salamah”, optimistis terhadap keselamatan. Menapa keselamatan? Tidak perlu dipaparkan lagi bahwa ilmu, jabatan, harta, kekuasaan, dan popularitas justru membawa manusia kepada suatu keburukan. Santri sadar bahwa kebahagiaan di dunia hanya sementara sehingga harus diiringi dengan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat.

Lima falsafah santri di atas ialah pedoman hidup kaum sarungan yang akan terus dibawa, dijaga, dibela, dan diperjuangkan. Siapapun kita jika memiliki kelima pedoman di atas tentu akan menambah semangat kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Di zaman modern ini segala sesuatu disajikan secara instan, oleh karena itu kita sebagai seorang santri generasi penerus bangsa harus mampu menyaring mana yang penting, mampu memilih mana yang baik dan bijaksana dalam menjalankan kewajiban kita, karena santri merupakan cerminan kehidupan bangsa Indonesia.

Resolusi jihad NU pada 22 Oktober 1945 silam yang di gaungkan oleh para ulama memiliki peran penting bagi keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Resolusi Jihad ini memiliki pengaruh yang besar dalam menggalang umat Islam khususnya untuk berjuang mengangkat senjata melawan kehadiran Belanda setelah diproklamirkannya kemerdekaan. Masjid-masjid, pesantren-pesantren dan kantor-kantor NU tingkat Cabang dan Ranting segera menjadi markas Hizbullah yang menghimpun terutama pemuda-pemuda santri yang ingin berjuang dengan semangat yang tinggi meski dengan keahlian dan fasilitas persenjataan yang sangat terbatas. 

Resolusi ini juga diyakini memiliki sumbangan besar atas pecahnya Peristiwa 10 November 1945 yang terkenal dan kemudian diabadikan sebagai Hari Pahlawan. Soetomo atau terkenal dengan panggilan Bung Tomo, pimpinan laskar BPRI dan Radio Pemberontakan, yang sering disebut sebagai penyulut utama peristiwa 10 November diketahui memiliki hubungan yang dekat dengan kalangan Islam. Para pengurus NU di tingkat pusat menegaskan bahwa hukum membela Tanah Air adalah fardhu ain bagi setiap umat Islam di Indonesia. 

Tak hanya itu, ditegaskan bahwa Muslimin yang berada dalam radius 94 kilometer dari pusat pertempuran wajib ikut berperang melawan Belanda. Bertahun-tahun, peristiwa bersejarah yang dilakukan kalangan pesantren tersebut terbungkam. Bahkan kalangan pesantren sendiri hampir melupakannya. Kemudian atas permintaan PBNU kepada pemerintah, agar Resolusi Jihad diperingati sebagai Hari Santri, mengingat perjuangan para santri yang banyak gugur membela negaranya (www.nu.or.id).

Modern ini santri merupakan benteng utama pertahanan dan keamanan NKRI. Mengapa demikian? Kita telah ketahui bersama bahwa santri merupakan sosok yang berilmu dan berwawasan pesantren. Pengetahuan mereka tentang ke pesantrenan sangat penting untuk tetap dilestarikan dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya itu, kaum sarungan zaman sekarang ini juga paham betul bagaimana perkembangan teknologi dan informasi. Pengetahuan agama Islam yang diperolehnya dari pondok pesantren tentu menjadi modal dasar keimanan mereka dalam menghadapi tantangan zaman yang serba canggih sekarang ini. 

Indonesia merupakan negara multikultural dengan berbagai macam ras, suku bangsa, agama, dan adat istiadat. Hal ini menjadi penyebab sangat susahnya bersatu tanpa adanya rasa toleran antar sesama, di sini santri berperan penting. Di dalam pesantren santri mendapat berbagai ilmu pengetahuan dari seorang kiai yang mana segala syariat Islam diajarkan tidak terkecuali terkait toleransi. Di pondok pesantren baik yang salafi maupun kholafi sangat menjunjung tinggi rasa toleransi terhadap sesama santri maupun warga sekitar pesantren. Hal ini menjadi penting untuk diterapkan karena sepulangnya mereka di kampung halaman masing-masing akan bermanfaat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Santri, kaum bersarung dengan intelektualitas agama Islam yang tinggi harus menjadi pelopor perdamaian di NKRI.

 Penulis: Adji Pratama Putra

0 Response to "Kaum Sarungan Pelopor Perdamaian"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel