Ratio Legis Terminologi Aswaja

pecihitam.org

Aswaja yang merupakan kependekan dari Ahlus-sunnah Wal-Jama’ah yang secara etimologi terdiri dari kata ahlun (golongan, keluarga), as-Sunnah (jalan, ajaran Nabi), dan al-Jama’ah (mengumpulkan sesuatu, perkumpulan para sahabat). Sebagai orang mengartikan Aswaja sebagai firqah. Namun, sebagian lainnya memahami Aswaja sebagai suatu mazhab.

Sedangkan menurut K.H. Said Aqil Siradj, Aswaja bukanlah suatu mazhab, melainkan paham (ajaran, metode, doktrin) yang didalamnya memuat banyak aliran atau mazhab. Di kalangan Nahdliyin, Aswaja diartikan sebagai paham atau ajaran yang dalam bidang akidah (teologi) mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Mathuridi sedangkan dalam bidang fikih mengikuti salah satu dari mazhab empat yang terdiri dari: Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Sementara dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Junaidi dan Imam Ghazali. Ketentuan tersebut termaktub dalam “Qanun Asasi” yang dirumuskan oleh K.H Hasyim Asy’ari yang terhimpun dalam Irsyad al-Syari fi-Jan’i Mushannafat al-Syikh Hasyim Asy’ari. Dari terminologi tersebut muncul pertanyaan, Bagaimana ratio legis dari istilah Aswaja, sehingga bisa diartikan sebagai paham yang memuat banyak mazhab?

Secara umum, ratio legis adalah suatu nalar yang merupakan sebab, alasan (‘illat), maupun tujuan dari lahirnya norma maupun konsep tertentu. Dilihat dari sejarah, terminologi aswaja itu secara implisit sudah ada sejak zaman Nabi. Meskipun belum menyebut istilah Aswaja secara tekstual, hal ini didasarkan pada hadist Nabi:

Hadist dari Abdullah bin Amr berkata: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya umat Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Keseluruhan tersebut akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat,” Para sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Yaitu golongan yang mengikuti ajaranku (sunnah) dan ajaran sahabat-sahabatku.”

Hadist tersebut menerangkan bahwa golongan yang akan selamat adalah “ma ana alaihi wa-ashabi”, yaitu ajaran (wahyu) yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada para sahabat dan beliau mengamalkan, serta para sahabat juga ikut mengamalkannya. Dari sini dapat diketahui bahwa Aswaja secara substansial bukanlah paham baru yang hanya sebatas merespons atas tantangan golongan-golongan diluar Aswaja. Berangkat dari istilah “ma ana alaihi wa-ashabi” tersebut, akhirnya berkembang dan menjadi terminologi ahl as-sunnah wal-jama’ah (aswaja) yang ada saat ini.

Aswaja adalah salah satu paham diantara banyak aliran dan sekte yang bermunculan dalam islam. Diantara semua aliran, kiranya aswaja yang paling banyak pengikutnya. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peranan sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul di ruang hampa. Melainkan ada banyak hal yang memengaruhi proses kelahirannya. Diantaranya adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa paska Nabi wafat.

Islam pecah menjadi beberapa golongan bermula pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Pertikaian antara Ali bin Abi Thalib dengan Gubernur Damaskus, Muawiyah bin Abi Sofyan, yang berakhir dengan tahkim (arbitrase) mengakibatkan pendukung Ali terpecah menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama menolak tahkim dan menyatakan Ali, Muawiyah, Amr bin ‘Ash, dan semua yang terlibat dalam tahkim telah kafir karena telah meninggalkan hukum Allah. Hal ini dikarenakan dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka telah kafir.” Kelompok ini dikenal dengan aliran Khawarij.

Sedangkan kelompok kedua mendukung penuh keputusan Ali, sebab Ali merupakan imam yang diwasiyatkan oleh Nabi, sekaligus menjadi menantu Nabi. Keputusan yang dilakukan Ali sama dengan keputusan Nabi, kelompok ini disebut dengan aliran Syiah. Belakangan, golongan ekstrim (rafidhah) dari kelompok ini menyatakan bahwa 3 khalifah sebelum Ali tidak sah. Bahkan golongan syiah paling ekstrim yang disebut dengan “ghulat” mengkafirkan seluruh sahabat Nabi kecuali beberapa orang yang mendukung Ali. Dari aliran Syiah dan Khawarij tersebut akhirnya melahirkan berbagai kelompok lainnya, seperti Jabariyah, Qadariyah, Murji’ah, Mu’tazilah, dll

Sementara kelompok Sunni mengambil jalan tawasuth (moderat) dan tidak condong pada aliran Syiah maupun Khawarij. Pemahaman Sunni ini diyakini sebagian besar umat islam sebagai pemahaman yang benar dan sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi kepada para sahabatnya. Setelah adanya aliran Syiah dan Khawarij, muncul paham Mu’tazilah, yang dikenal sebagai aliran yang mengedepankan pemahaman teologi islam yang bersifat rasionalis dan liberalis. Mereka memiliki konsep bahwa perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia itu sendiri, bukan diciptakan oleh Tuhan. Selain itu, terdapat aliran lain yang berlawanan dengan paham Mu’tazilah, yaitu paham Jabariyah. Aliran Jabariyah berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kuasa dalam berkehendak/bertindak, perbuatan manusia terikat dengan kehendak Tuhan. Dengan adanya tantangan menghadapi 2 (dua) paham ekstrim tersebut Imam al-Asy’ari dan Imam al-Mathuridi akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan tengah dan meluruskan akidah islam sesuai dengan ajaran Nabi dan para sahabat.

Dengan demikian, Aswaja lahir sebagai respon atas kelompok-kelompok ekstrim waktu itu, Aswaja dipelopori oleh para Tabi’in (generasi setelah sahabat atau muris-murid sahabat) seperti Imam Hasan Al-Basri, Tabi’u at-Tabi’in seperti Imam Mazhab yang empat. Setelah itu, ajaran aswaja diteruskan dan dikembangkan oleh murid-murid mereka dan dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya, mulai dari Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Imam Abu Manshur al-Mathuridi, dan Imam al-Haromain, Imam al-Junaidi al-Baghdadi, dan Imam al-Ghazali. Ulama-ulama tersebut yang kemudian menjadi rujukan dalam paham Aswaja.  

Oleh karena itu, persepsi Aswaja sebagai suatu mazhab, tidaklah tepat. Bagaimana mungkin dalam satu mazhab mengandung beberapa mazhab? Terminologi Aswaja yang merupakan paham atau ajaran yang dalam bidang akidah (Imam al-Asy’ari dan Imam al-Mathuridi), bidang fikih (mengikuti salah satu dari mazhab al-arba’ah), dan bidang tasawuf (Imam Junaidi dan Imam Ghazali) tersebut sebenarnya merupakan penyederhanaan dari konsep keberagaman mazhab agar lebih mudah dipahami. Namun demikian, bukan berarti menyalahi mazhab-mazhab mu’tabar lainnya.

Penulis: Alfaenwan (Korp Galiansa).

0 Response to "Ratio Legis Terminologi Aswaja"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel