Pernikahan Incest (sedarah) dalam Perspektif Hukum Islam dan Positif

sumber: Muslimah Reformis

Pernikahan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membangun rumah tangga yang bahagia dan kekal. Pernikahan merupakan awal dari terbentuknya suatu keluarga dengan bersatunya dua insan lawan jenis sehingga pernikahan menjadi satu komponen yang memiliki unsur keperdataan. Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia. Setiap manusia yang sudah dewasa, pasti membutuhkan pasangan hidup yang saling mencintai dan saling mengasihi satu sama lain sampai maut memisahkan. 

Lalu bagaimana dengan pernyataan pernikahan Incest atau juga yang disebut dengan pernikahan hubungan sedarah? Pernikahan incest, atau sedarah adalah pernikahan yang dilakukan antara seorang wanita dan seorang laki-laki yang masih memiliki hubungan darah dan masih dekat, seperti adik dan kakak, saudara sepersusuan, atau orang tua dan anaknya. Pernikahan ini di larang dalam Islam karena menikahi pasangan. Seperti halnya pada kasus pernikahan incest yang kerap terjadi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Hal tersebut harus segera dituntaskan dikarenakan pernikahan sedarah ini memiliki banyak mudharat yang ditimbulkannya. Meskipun manfaatnya ada, tetapi pasti mudharatnya yang lebih banyak. Salah satu diantara adalah memiliki keturunan yang mengalami kelainan atau cacat (difabel).

Dalam Islam, Allah SWT. mengharamkan untuk mengawini pasangan yang haram untuk dinikahi baik karena mahram, nasab, susuan atau semenda. Memang ada beberapa pasangan yang tidak boleh dinikahi karena suatu alasan tertentu, sebagaimana yang terdapat pada surat An-Nisa ayat 23 disebutkan bahwa”diharamkan bagimu untuk menikahi ibumu; anak perempuanmu; saudara perempuanmu; saudara perempuan ayahmu; saudara perempuan ibumu; anak perempuan dari saudara laki-lakimu; anak perempuan dari saudara perempuanmu; ibu yang menyusui kamu; saudara perempuan yang serupa; ibu dari istrimu; anak-anak istri anda yang berada dalam perawatan anda dari istri-istri yang telah anda campur tangani; tetapi jika anda belum bercampur dengan istri-istri anda (dan telah bercerai), maka tidak berdosa bagi anda untuk menikahinya”. Keharaman pada pasangan yang tidak boleh dinikahi tersebut, sifatnya adalah konstan atau permanen, maka dalam situasi apapun dan kapanpun, Allah tetap melarangnya.

Jika merujuk pada hukum syar’i, maka pernikahan sedarah merupakan pernikahan yang sah, namun statusnya pernikahan tersebut menjadi haram antara dua orang yang mempunyai hubungan mahram, dan hukum pernikahan tersebut menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Sehingga perbuatan tersebut jika dilakukan dengan sengaja maupun tidak tetap dengan artian melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an, dengan itu melanggar syariat menjadi berdosa dan salah di mata hukum.

Dalam Kompilasi Hukum Islam dibahas mengenai pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang yang mengakibatkan pernikahan itu menjadi batal dengan sendirinya. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 70 ayat ke 4 yang berbunyi “Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan”. Sedangkan pada Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yaitu :

  1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas.
  2. Berhubungan dengan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
  3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri.

Berhubungan dengan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan 

Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur larangan pernikahan sedarah adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dijelaskan bahwa pada Pasal 30 KUHPerdata tentang larangan-larangan pernikahann, maka pernikahan yang dilarang adalah dilarang antara mereka yang satu sama dengan yang lain bertalian keluarga dalam garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun tidak sah, atau karena pernikahan, dan dalam garis menyimpang, antara saudara laki, dan saudara perempuan, sah atau tidak sah.

 Terdapat juga pada pasal 31 KUHPerdata :

Antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, karena perkawinan sah atau tak sah, kecuali si suami atau si istri yang mengakibatkan periparan itu telah meninggal dunia, atau jika karena keadaan tak hadirnya si suami atau istri, kepada si suami atau istri yang ditinggalkannya, oleh hakim diizinkan untuk kawin dengan orang lain.

Antara paman atau paman orang tua dan anak perempuan saudara atau cucu perempuan saudara, seperti pun antara bibi atau bibi orang tua dan anak laki-laki saudara, atau cucu laki-laki saudara, yang sah atau tak sah. Dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, Presiden berkuasa meniadakan larangan termuat dalam pasal ini dengan memberikan dispensasi.

Beberapa ketentuan diatas merupakan suatu larangan pernikahan atau rukun dan syarat sehingga pernikahan tersebut menjadi batal. Di dalam hukum Indonesia mengenalnya dengan pelanggaran materil.

Kesimpulannya adalah bahwa pernikahan sedarah itu suatu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain yang masih memiliki hubungan darah. Seperti adik, kakak, bahkan orang tua. Allah sudah berfirman dengan mengharamkan beberapa wanita yang haram untuk dinikahi dengan alasan tertentu. Tidak hanya dalam al-Qur’an saja tetapi juga terdapat dalam peraturan atau undang-undang yang berlaku di Indonesia. Sehingga untuk menjadi acuan dalam memilih pasangan. Hikmah dilarang pernikahan sedarah adalah bisa lebih menjaga kehormatan pada keluarga dan menghindari hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

Penulis: Naila Salsabila Aulina

0 Response to "Pernikahan Incest (sedarah) dalam Perspektif Hukum Islam dan Positif"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel