Problematika Makna Nusyuz di Indonesia

sumber: Pikiran Rakyat
Pernikahan merupakan ikatan baik lahir dan batin antara suami istri dalam rangka mewujudkan kehidupan keluarga yang harmoni. Tetapi realitanya kehidupan keluarga seseorang belum tentu mencapai harapan-harapan tersebut, hal ini dikarenakan tidak sedikit pasangan suami dan istri yang melakukan perselisihan, percekcokan, bahkan sampai terjadi talak. Pada dasarnya, banyak faktor yang mempengaruhi ketidakharmonisan keluarga, salah satunya ialah tindakan nusyuz. Nusyuz merupakan kedurhakaan yang dilakukan oleh istri yang tidak melakukan kewajiban sebagai istri, namun adakalanya dilakukan oleh suami.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan ketika seorang istri tidak menjalankan kewajiban, maka dengan sangat jelas sebagai perbuatan nusyuz yang dilakukan istri. Sedangkan dalam hal suami tidak menjalankan kewajibannya, KHI tidak menyebutnya sebagai perbuatan nusyuz suami. Padahal laki-laki sebagai suami kemungkinan juga melakukan kesalahan, sehingga istri cenderung diperlakukan diskriminatif.Ketentuan nusyuz ini diatur dalam pasal 84 KHI sebagai berikut:

Ayat 1 (satu): Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 kecuali dengan alasan yang sah. Ayat 2 (dua): Selama istri dalam nusyuz kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pasal 80 ayat (7) huruf a dan b tidak berlaku kecuali kepentingan anaknya. Ayat 3 (tiga) Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 di atas berlaku kembali setelah istrinya tidak nusyuz. Ayat 4 (empat): Ketentuan tentang ada tidaknya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.

Pemberlakuan nusyuz terhadap istri selain dalam pasal 84 KHI, juga terdapat akibat hukum dari nusyuz istri yang dipaparkan dalam pasal 80 ayat (7) KHI: kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz. Yang dimaksud dari kewajiban pada ayat 5 tersebut adalah nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri. Gugurnya kewajiban suami tersebut hanya berlaku bagi istri bukan dengan anak. Selain itu juga ditemukan dalam KHI pasal 152 “bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali istri nusyuz.” Dengan demikian, ketentuan mengenai nusyuz sangat begitu jelas memojokkan posisi istri. Sehingga tidak memberi ruang sedikitpun terhadap istri untuk melabeli suami sebagai pelaku nusyuz. Ketentuan ini tentu tidak sesuai dengan al-Qur’an yang mengatur nusyuz baik dari istri maupun suami. Tertutupnya kemungkinan pelabelan sebagai pelaku nusyuz bagi laki-laki selaku suami dalam KHI tersebut tidak seharusnya terjadi apabila menggunakan cara pandang yang proporsional. Sehingga ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban terjadi antara suami istri dalam kehidupan rumah tangga.

Ketentuan nusyuz dalam KHI menguraikan bahwa sikap ketika istri tidak mau melaksanakan kewajibannya. Dengan nusyuznya istri tersebut maka berakibat gugurnya kewajiban suami, baik secara lahir maupun batin. Adapun kewajiban istri terhadap suami menurut KHI adalah berbakti lahir dan batin kepada suami dan kewajiban yang lainnya adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari hari dengan sebaik baiknya. 

Agama sebagai pedoman hidup yang fundamental bagi manusia dan memiliki pengaruh fungsional terhadap struktur sebuah masyarakat. Dengan demikian, agama perlu ditafsirkan sehingga berfungsi sebagai alat legitimasi terhadap struktur sosial dengan mengembangkan produk fiqih yang relevan serta memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. 

Keberadaan ketentuan Nusyuz diharapkan sejalan dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan. Konstitusi Indonesia mengamanatkan bahwa hak asasi dimiliki oleh setiap orang tanpa membedakan-bedakan, termasuk jenis kelamin. Persamaan yang dikenal dengan equality before the law merupakan hak konstitusional (constitutional rights) setiap warga negara. Oleh karena itu, perempuan selaku istri tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif. Dengan prinsip ini pula, KHI seharusnya mengatur mengenai nusyuz yang berlaku bagi suami terutama ketika suami tidak mau memenuhi berbagai kewajiban seperti nafkah sesuai dengan Pasal 80 KHI. Adapun langkah antisipasi nusyuznya istri menurut Surat an-Nisa’:34 (secara tekstual) juga tidak sejalan dengan ketentuan perlindungan istri yang tertuang dalam UU PKDRT.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal tersebut berbunyi “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, baik kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran rumah tangga”.

Konsep nusyuz dalam KHI semakin mengukuhkan pandangan fiqih klasik yang mengandung nilai patriarki dan mengesampingkan istilah nusyuz untuk suami, Maka dari itu, tidak cukup memahami makna nusyuz hanya dengan Surat an-Nisa’: 34. Melainkan juga perlu mempertimbangkan Surat an-Nisa’:128, untuk memahami bahwa nusyuz juga berlaku bagi suami. Konsep nusyuz dalam KHI hanya berlaku kepada perempuan, ketidaksetaraan ini tentu membawa problematika yang berupa menyalahi asas keadilan dan kesetaraan gender. hukum nusyuz yang berlaku bagi suami adalah apabila suami menelantarkan istri, bentuk pelantaran yang dilakukan suami terhadap istrinya adalah suatu pelanggaran yang nyata, baik dari segi nafkah maupun pergaulan yang baik. Dilihat dari realita kehidupan sekarang menunjukkan bahwa justru laki-laki dominan melakukan nusyuz dari pada perempuan. Selain itu, relevansi penyempitan pemberlakukan nusyuz hanya terbatas kepada perempuan selaku istri tersebut juga tidak sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Dalam undang undang tersebut melarang melakukan kekerasan fisik, jiwa/psikis terhadap laki laki maupun perempuan, sehingga pelaku kekerasan baik laki laki maupun perempuan dapat diproses hukum pidana. Walaupun KDRT tidak menjelaskan perbuatan nusyuz, tetapi tindakan pemukulan yang dilakukan suami terhadap istrinya atas adalah nusyuz dapat dikategorikan kekerasan fisik dalam KDRT.

Penulis: Alfaenwan

0 Response to "Problematika Makna Nusyuz di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel