CERPEN: Jangan Rampas Tanah Kami, Pak

 

Sumber : Alinea.ID

“Dookkk…. Doook…. Doooookkkk”

“Selamat malam bapak, bisa bukakan pintu,” terdengar suara lelaki dari balik pintu yang sudah lusuh catnya.

Pak Joko saat itu masih menikmati waktu istirahatnya.

“Dookkk…. Doook…. Doooookkkk…. dookkk…. Doook…. Doooookkkk,” suara pintu makin keras seakan memaksa untuk segera dibuka.

Saat pak joko bangun dengan jiwa setengah tertidur berusaha membuka pintu rumah yang udah digedor dengan keras. Terlihat dua orang berpakaian dinas dan tiga orang berpakaian hitam semua. Diantara ketiga orang yang berbadan besar itu membawa sebuah map berwana kuning.

Keluarga pak Joko kebingungan karena ada tamu yang tak diundang tiba-tiba datang malam-malam. Jam menunjukkan pukul 23.45 WIB. Rumah yang dihuni dua orang itu tiba-tiba menciptakan langit hitam. Bintang-gemintang yang senantiasa tersenyum sejak sat itu redup seketika.

“Selamat malam pak, kami dari pihak kecamatan berniat datang ke sini untuk meminta tandatangan bapak,” ucap lelaki yang perawakannya putih dan perut agak buncit.

“Tanda tangan apa pak?” ucap istri pak Joko dengan nada penasaran.

“Begini buk, tandatangan ini dibutuhkan sebagai pengganti rugi.” Jawab lelaki berbaju dinas, dan kepala yang sedikit botak.

Pak joko dan bu Mar, kaget mendengar ucapan “ganti rugi”

“Hah ganti rugiii…….!, ganti rugi gimana maksudnya Pak?.”

“Begini Pak, ganti rugi yang kami maksud ini ialah untuk tanah yang ibu bapak tempati ini.”

Dengan tatapan heran pak Joko berkata “kami tidak pernah menjual tanah ini pak, apalagi cuma tanah satu-satunya peninggalan nenek moyang kami.”

Kedua orang yang berpakaian dinas itu tampaknya ingin mencairkan suasana yang begitu tegang. Dengan ciri khas senyumnya ia berkata, “Wakil bapak dan ibu sudah tandatangan di kantor kecamatan, wakil-wakil itu setuju atas tanah ini untuk di bangun Perusahaan, seluruh keluarga bapak kami beri kesempatan untuk mempersiapkan pindah selama satu minggu.” 

“Ini uang ganti ruginya untuk membeli tanah baru,” tambahnya.

“Maaf pak, kami tidak akan menerima uang ini sebab kami tidak pernah menjual tanah ini dan kami tak pernah mengirimkan wakil untuk menjualnya, pun untuk tandatangannya,” balas pak Joko dengan nada lebih keras dari sebelumnya.

Nada tinggi tak kalah juga dari petugas itu, “jika maunya bapak begitu, silahkan angkat kaki dari tanah ini secepat mungkin dan kami beri waktu dua hari untuk membawa barang-barang. Kalian sendiri yang akan rugi jika tak mau dikasih uang ganti rugi.”

Pak, kami sudah turun temurun tinggal di tanah ini, surat milik tanah ini juga kami simpan di lemari, jadi secara aturan kami memiliki hak atas tanah ini

Dengan nada mengancam mereka berucap, “HAH. Jangan ngajari kami aturan, kami lebih tahu dari kalian yang tidak bisa baca. Jika kalian melawan akan dibawa kekantor.”

Pak Joko yang sudah tua renta tak bisa melawan kecuali dengan ucapan. 

Jika tanah kami dirampas kami akan tinggal dimana pak…? Satu-satunya tanah yang kami miliki hanya ini.

“Coba dengarkan dengan baik pak. Ada uang ganti rugi. Saya ulangi ADA UANG GANTI RUGI, mau tidak mau bapak dan ibuk harus angkat kaki dari tanah ini, karena dua minggu lagi rumah ini akan di ratakan untuk Pembangunan Perusahaan.”

"Jangan Ambil tanah kami, Pak." Ucap lelaki tua itu dengan iba.

Penulis: M. Abrori Riki Wahyudi

0 Response to "CERPEN: Jangan Rampas Tanah Kami, Pak"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel