Apakah Perpanjangan Masa Jabatan Ketua KPK Berlaku Retroaktif?

Sumber: Okezone

Pada tanggal 25 Mei 2023 yang lalu, MK membacakan Putusan mengenai pengabulan permohonan judicial review salah satu ketua KPK, Nurul Ghufron, putusan tersebut berimplikasi mengubah masa jabatan ketua KPK dari semula 4 (empat) tahun menjadi lima tahun. Kemudian MK juga menyatakan syarat batas usia calon ketua KPK paling rendah 50 Tahun dan paling tinggi 65 Tahun bertentangan dengan UUD NRI 1945. Putusan ini menuai problematik, karena materi permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak ada kaitannya dengan isu konstitusional. Seharusnya hakim konstitusi menolak permohonan judicial review tersebut dan menyerahkan kepada pembentuk undang-undang, sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada.

Dalam Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022, Objek Permohonannya adalah Pasal 29 huruf (e) dan Pasal 34 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Selanjutnya dapat disebut UU KPK). Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) Ayat (2) dan Ayat (3) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945. Kerugian konstitusional pemohon terdiri dari: hak terhadap pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dihadapan hukum. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Ketiga, hak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut. 

Dalam ratio decidenci Hakim MK berpandangan bahwa KPK merupakan komisi yang bersifat independen, sebagai salah satu lembaga constitutional importance yang dalam melaksanakan tugasnya menegakkan hukum bebas dari campur tangan (intervensi) cabang kekuasaan manapun. Namun, masa jabatan pimpinan KPK hanya 4 tahun, berbeda dengan komisi dan lembaga negara independen lainnya yang memiliki masa jabatan 5 tahun, seperti: KPPU, Ombudsman, Komnasham, KY, LPS, LPSK, OJK, Komisi Aparatur Sipil Negara, KPU, Bawaslu, dan KPAI. Oleh karena itu, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun tidak hanya bersifat diskriminatif, melainkan sebuah ketidakadilan jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya yang sama-sama memiliki nilai constitutional importance. Selain itu, berdasarkan asas manfaat dan efisiensi, masa jabatan pimpinan KPK selama 5 tahun akan lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independent lainnya, sehingga siklus waktu pergantian pimpinan KPK seharusnya 5 tahun sekali, yang tentu saja akan jauh lebih bermanfaat daripada 4 tahun sekali. Terlepas dari kasus konkrit berkaitan dengan kinerja pimpinan KPK yang saat ini masih menjabat, landasannya adalah mengedepankan asas kemanfaatan dan efesiensi

Terkait apakah putusan MK itu berlaku surut atau tidak, itu ada 2 kemungkinan. Pertama, dari segi maksud putusan itu sendiri. Kedua, berdasarkan norma putusan MK menurut peraturan perundang-undangan. Apabila putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan ketua KPK berlaku retroaktif (berlaku surut), artinya masa jabatan Ketua KPK saat ini diperpanjang sampai berakhirnya masa pemerintahan Joko Widodo (2024), maka itu akan mempengaruhi independensi KPK, disamping karena melanggar asas hukum yang non-retroaktif (tidak berlaku surut). Apalagi terkait dengan waktu Desember 2023-Desember 2024 itu adalah waktu yang krusial dalam momentum pemilu 2024. Hal ini tentu berkaitan dengan independensi KPK ketika menghadapi berbagai kasus baik dari partai oposisi maupun koalisi dalam memenangkan pemilu 2024. Apabila memang menghendaki adanya perubahan ditengah jalan dan langsung diimplementasikan tentu akan memunculkan berbagai persoalan hukum. Oleh karena itu, secara legal formal seharusnya putusan MK itu tidak berlaku surut. 

Menurut UU MK menyatakan bahwa “UU yang diuji itu tetap berlaku sebelum dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat melalui putusan yang terbuka untuk umum.” Pada dasarnya, masa jabatan ketua KPK (Firli Bahuri, dkk) sudah ditentukan ketika mereka diangkat pada Desember 2019, artinya kotrak komisioner ketua KPK waktu itu sampai 4 tahun (Desember 2023). Sehingga meskipun terdapat putusan MK yang memperpanjang masa jabatan Ketua KPK, tetap saja mereka mereka menjabat sampai Desember 2023. Dengan demikian, Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 diberlakukan pada masa jabatan Ketua KPK periode selanjutnya, bukan masa jabatan periode sekarang.  

Dalam perspektif lain, asas non-retroaktif (tidak berlaku surut) dapat dikecualikan apabila disebutkan secara jelas dalam putusan MK disertai dengan alasan tertentu. Sebagaimana yang pernah terjadi ketika UU Pemilu diajukan judicial review ke MK, dalam putusan ini, MK secara expressive verbis menyatakan putusan ini berlaku surut sejak UU diundangkan, sehingga putusan ini memiliki konsekuensi yang bisa memberi rehabilitasi kerugian konstitusional para pemohon. Hal ini berbeda dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang tidak menyebut secara eksplisit bahwa perpanjangan masa jabatan Ketua KPK berlaku retroaktif (berlaku surut). Sehingga dapat disimpulkan bahwa baik secara peraturan perundang-undangan (ius constitutum), maupun secara ideal (dassolen), seharusnya Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 berlaku untuk masa jabatan pimpinan KPK periode selanjutnya (2023-2028), bukan periode sekarang (2019-2023). Hal ini sesuai dengan asas hukum yang tidak berlaku surut (non-retroaktive)

Penulis: Alfaenwan (Korp Galiansa).

0 Response to "Apakah Perpanjangan Masa Jabatan Ketua KPK Berlaku Retroaktif?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel