Aristoteles Menjawab: Siapakah yang Pantas Memimpin Indonesia tahun 2024?

mediaindonesia.com
Tahun 2024 semakin dekat, telah banyak sekali dijumpai di pinggiran jalan spanduk berupa usungan dan dukungan kepada seorang yang dianggap layak memimpin negara Indonesia. Dengan demikian, maka rakyat telah diberikan opsi-opsi tentang mana yang harus dipilihnya pada pemilu tahun 2024. Namun apakah seorang yang diusung itu benar-benar layak disebut pemimpin? Siapakah sejatinya yang layak disebut pemimpin?

Di Indonesia, dengan sistem serta regulasi yang tertentu yang telah diatur secara sistematis, kekuasaan untuk menentukan pemimpin semakin sukar dan tidak semua orang bisa meraihnya. Alih-alih sebagai inkarnasi dari rakyat, pemimpin saat ini menjadi kekuasaan yang cenderung oligarki. Hanya sekelompok orang yang dapat menjadi pemimpin serta kelompok politik tertentu yang dapat menjadi penentu hajat hidup masyarakat dan rakyat secara global.

Aristoteles, seorang filsuf dari Yunani yang menjadi rujukan filsafat baik di barat maupun di dunia Islam, berpendapat mengenai seorang pemimpin atau penguasa. Al-Ghazali dalam karangannya, At-Thibrul Masbuk fi nasihat Al-Muluk (sebuah kitab yang ditulis Al-Ghazali dalam bahasa Persia yang kemudian diterjemahkan oleh muridnya ke dalam bahasa Arab) menceritakan pendapat Aristoteles tentang pemimpin.

سئل أرسطاطاليس: هل يجوز أن يدعى أحد ملكا غير الله تعالي؟ فقال: من وجدت فيه هذه الخصال وان كانت عارية: العلم والعدل والسخاء والحلم والرقة وما ناسبها لأن الملوك انما كانوا ملوكا بالظل الالهي وضياء الحس و طهارة النفس وتزايد العقل والعلم وقدم الدولة وشرف الأصل والدولة التى كانت في محتدهم وأصولهم فبذلك كانوا ملوكا وسلاطين.

 

Aristoteles pernah ditanya: selain Tuhan Yang Maha Kuasa, Apakah dibolehkan bagi seseorang disebut Malik (pemimpin)? Dia berkata: Siapa pun yang memiliki sifat-sifat berikut ini: pengetahuan, keadilan, kedermawanan, kesabaran, lemah lembut, dan hal-hal yang semakna dengannya, maka ia pantas menyandang gelar raja dan penguasa. Karena sesungguhnya para pemimpin adalah berada di bawah naungan ilahi, kecerahan indera, kesucian jiwa, peningkatan kecerdasan dan pengetahuan, kemajuan negara dan kemuliaan asal-usulnya. Eksistensi sebuah negara berada di bawah penderitaan (kekuasaan) dan asal-usul mereka”.

Sesungguhnya jika ditelisik lebih dalam, jawaban Aristoteles ini merupakan kritik tajam kepada para pemimpin yang ambisius, padahal tidak memiliki basis seperti di atas. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya seorang pemimpin memiliki pengetahuan yang luas, berlaku adil kepada rakyatnya, sabar dalam menjalankan tugasnya serta memiliki strategi jitu untuk menyelesaikan setiap problematika yang dialami rakyatnya.

Saat ini, betapa banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan kekuasaan padahal tidak memiliki basis pemimpin sama sekali. Akibatnya, timbul beberapa kebijakan yang tidak sama sekali memberikan kemaslahatan untuk masyarakatnya. Padahal setiap aturan yang dikeluarkan oleh seorang pemimpin harus memiliki nilai maslahat bagi yang dipimpinnya.  Tasaruful imam ala raiyah manuthan bil maslahat.

Pada akhirnya, yang pantas memimpin Indonesia bukan mereka yang membawa-bawa nama leluhurnya, membangga-banggakan prestasinya, apalagi tidak memiliki kapabilitas untuk mengelola negara ini, namun mereka yang sesusai dengan standarisasi Aristoteles.  Wallahu A’lam.


Penulis: Mustafa Kamal, Kader PMII Rayon Ashram Bangsa.

 

0 Response to " Aristoteles Menjawab: Siapakah yang Pantas Memimpin Indonesia tahun 2024?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel