Kefakiran Cinta Sang Pengembara

 bersama8.rssing.com
Makluk ciptaan tuhan yang tidak pernah berhenti sedetik pun untuk selalu memberikan benih cinta kepada ciptaaan-Nya. Tuhan yang selalu hadir dengan cinta dalam gerak pikiran dan perasaan ciptaan-Nya. Tuhan dengan segala kelebihanya yang tak ada satu pun yang luput dari penglihatan-Nya. Tidak akan ada satu pun yang tercecer dari catatan para seorang kekasih (malaikat) yang tak pernah berhenti untuk menghamba.

Makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan-Nya, mampu berfikir dan bergerak disegala arah. Yang diperumpamakan seperti pengembara dengan sajian kehidupan yang begitu dinamis. Kehidupan fana yang mampu memberikan kesantaian ternikmat untuk mengembara. Dimana seorang pengembara akan menjumpai kondisi yang segarang dan sebengis itu. Pengembara yang merdeka untuk mengeksplorasi banyak hal, dengan berbagai kondisi yang tampak tak baik – baik saja.

Pengembara yang tak patut untuk mengeluh dan mencaci maki karena kesempurnaan akalnya untuk menilai ketidak elokan sifat yang kontradiktif dengan fitrahnya. Itu semua, hanyalah citra belaka yang tak akan terwujud dengan banyaknya alasan untuk mengeluh akan ketidakpastian kondisi yang dihadapi, belum lagi seorang pengembara yang bisa saja kesasar.

Seakan diam yang tampak diluar tetapi rusuh kotor dalam hati. Dengan segala kreatifitasnya untuk mencaci maki sebagai ungkapan rasa keluh kesahnya, entah karena ia sedang jatuh tak berdaya atau kebahagiaan yang ia dapat tidak sempurna.

Mungkinkah ini semua terjadi tanpa sebab? andai kata, hati yang kusam dan redup dengan pancaran wajah yang temaram gelap, tak tampak benih cinta. Diakui atau tidak, situasi dan kondisi semacam ini disebabkan oleh hilangnya cinta. Kenapa demikian? seseorang yang kadar cintanya besar tak akan mudah caci maki dan keluhan berhamburan dari bibirnya. Seperti yang diungkapkan sosok sufi yang sejuta karya bait dan syair-Nya. Jalaluddin Rumi begitu nama indahnya.

Karena Cinta, pahit pun berubah menjadi manis.

Karena Cinta, tembaga berubah menjadi emas.

Karena Cinta, noda pun menghilang.

Karena Cinta, rasa pahit menjadi obat.

Karena Cinta, yang mati dibuat hidup.

Karena Cinta, sang raja menjadi hamba.

Gila bukan? Cinta mampu menafikan segala-Nya. Dengan cinta, mata hati yang penuh dengan gelap tampak cerah dengan-Nya. Yang tampak darinya hanyalah kasih dan sayang. Kasih sayangnya seperti sapu yang membersihkan sampah yang bertebaran, mampu menyelasaikan urusan dunia yang dinamis. Seperti hal nya yang terjadi di zaman ini, tak lain dan tak bukan, ruang kehidupan yang terisi dengan hobi untuk mencaci dan saling melukai. Saling berebut kebenaran, saling serang dengan tanpa pedoman kesopanan. Situasi yang memaksa seorang pengembara untuk akrab dengan kemajuan teknologi yang kita kenal dengan istilah media sosial. Ruang kehidupan yang terbungkus dengan frasa dunia maya, yang menyajikan problematika untuk di akses sebebas mungkin.

Ngeri sekali memang, pengembara yang di fasilitasi peralatan lengkap berupa akal fikir saja, sangat mudah terayu oleh hawa nafsu untuk membuat narasi – narasi kebencian. Inilah gambaran kefakiran cinta seorang pengembara terhadap sesama. Alhasil, situasi yang semula indah pun seketika terasa runyam. Keberisingan yang muncul ditengah lingkaran setanlah yang justru terjadi. Berbagai topik bahasan yang menggiurkan jari untuk mengetik bait–bait cacian sangatlah tampak berhamburan. Terlebih topik yang berkaitan dengan agama, narasi yang tampak justru berisi kata – kata kasar bin tak senonoh. Sangat kontradiktif bukan?

Ini lah bukti, bahwa kefakiran cinta sang pengembara kepada sesama nyata adanya. Hal ini merupakan warning atas situasi kehidupan yang sedang tidak baik – baik saja. Hanya dengan cinta yang mampu menyelesaikanya, butir-butinya mengalir kesanubari hingga dapat mensucikan hati. Cinta hanya bisa didapatkan seorang pengembara yang mampu menggenggam tempat terbitnya matahari dan kehidupan ini. Kiranya itulah konsekuensi logis dari sebuah pilihan. Kehidupan ini akan selalu berubah, tidak lurus dan tidak tanpa hambatan. 


Penulis : Faizal Basri, Kader Ashram Bangsa Korp Galiansa

0 Response to "Kefakiran Cinta Sang Pengembara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel