ANONYMOUS PSYCHOPATH
Sebenarnya
pesta ini belum berakhir tapi aku memutuskan pulang duluan dengan temanku. Daripada
ibuku terus mengomel ditambah aku pulang sendirian, karna pacarku Doni tidak
dapat mengantarku pulang malam ini lagi-lagi alasannya tugas diluar kota, entah
bohong atau hanya alasan. Ah sudahlah.
“Livy
kamu yakin pulang sendiri dengan kondisimu seperti ini?.” Tanya Shora.
“Sendirian
lah, santai aja aku bisa.” Jawabku.
“Kamu
yakin?.” Tanya Shora memastikan.
“Nggak
usah banyak Tanya udah pulang sana.” Jawabku meyakinkan Shora.
“Oke
ati-ati ya, kabari ya kalo dah sampai. Bye Beb.” Kata Shora memeluku erat.
Aku dan Shora pulang dengan arah yang berlawanan, kebetulan tempat pesta malam ini tak jauh dari rumahku. aku memtuskan untuk jalan kaki, sesampainya di pertigaan, seharusnya aku memilih lurus yang menembus jalan raya pastinya lebih terang dan lumayan ramai. Entah mengapa aku berfikir untuk belok ke kiri melewati gang kecil yang gelap dan sepi. Belum ada 5 menit aku berjalan, tiba-tiba ada orang yang memukulku hingga aku tak sadarkan diri.
Pukul
01.16
Pertama
kali aku membuka mata dengan kondisi yang masih setengah mabuk, aku sudah di
sugguhkan dengan kondisi tubuhku yang luka-luka di ruangan kosong nan remang-remang.
“Hallo
sayang.” Seorang pria menyapa ku.
Belum
sempat aku melihat wajahnya, ia sudah langsung menamparku, memukulku berulangkali,
menyeretku dan melemparkanku hingga punggungku terasa remuk. Hal ini membuatku
bingung dan ketakutan tapi aku tak bisa berkata apapun karena sebuah kain
membalut mulutku dengan kencangnya. Hal yang membuatku takut ketika pria itu
mencoba menghidupkan sebuah gergaji. Untung saja kaki dan tanganku tidak diikat
jadi ketika ia sibuk dengan gergajinya aku mencoba kabur dan melepaskan ikatan
di mulutku.
“Tolong,
siapapun tolong aku.” Teriakku kencang dengan kondisi setengah mabuk ini
kupaksa agar sadar sepenuhnya, berlari menuju pintu untuk mencoba kabur dari
seorang pria yang tak kuketahui identitasnya, aku masih tak habis pikir kenapa
ia melakukan ini padaku. Menyeretku, melemparku, memukulku segala penyiksaan ia
berikan padaku di malam ini. sebenarnya apa salahku?.
Akhirnya
aku sampai di depan pintu sayangnya pintu itu terkunci dan pria itu berhasil
menagkapku. Kali ini aku tak hanya dilempar tapi pria itu juga membenturkan
kepalaku ke pintu beberapa kali lalu menjambakku dan menyeretku kedapur.
"Tolong
lepaskan aku, mengapa kau melakukan ini padaku?." Rengekanku berulang
kali.
Hingga
akhirnya aku tersungkur di bawah meja makan cepat-cepat tanganku meraih pisau
yang jatuh dari meja tepat di depan mataku.
"Jangan
mendekat." Teriakku sambil menodongkan pisau kepria itu.
"Shutt,
letakkan itu sayang, teralu bahaya untukmu." Jawabnya.
"Kumohon,
aku ingin pulang." Pintaku.
Namun
pria itu hanya tertawa bahkan meraih tanganku dan hendak mengambil pisau yang
ku genggam erat ini. Naasnya tenagaku kalah dengannya, ia membalikan pisau
untuk menyerangku, mengarahkan pada mataku kemudian turun ke dadaku.
"Ini
adalah area jantungmu, jika ditusuk dengan benar, kau akan mati dalam hitungan
detik sayang." kata pria itu sambil tertawa.
"Aakkk"
teriakku terdengar pasrah tapi bertenaga karna berusaha dengan tangan penuh
darah menahan pisau yang diarahkan ke jantungku.
"Hemoragi,
kau pernah dengar sayang?" Sambil mengarahkan pisaunya ke area dimana
hatiku berada.
"Kau
tau arteri hepatik? Disinilah levermu berbeda sayang, ada arteri besar disini.
Yang bisa kupastikan ini akan sangat lembut dan mudah untuk dirobek karna
usiamu masih sangat muda." Kata pria itu menakutiku.
Namun
disinilah kecerobohanku akibat tanganku tak kuasa menahan sakit akibat pisau
itu, kukerahkan tenagaku melempar pisau itu dan mencoba mendorong pria itu
dengan menggerakkan kedua kakiku, sayangnya pisau itu malah menusuk bagian
pahaku.
"Oh
tidak, aku tak berniat benar-benar menyakitimu sayang, kau malah memilih
menyakiti dirimu sendiri." Kata pria itu mendekat kewajahku sambil
mengelus pipiku.
"Apakah
ini sakit sayang? Bersabarlah ini hanya permulaan." bisiknya.
Tanganku
mencoba untuk menarik pisau itu karena kurasa terlalu dalam hingga tak tertahan
lagi rasa sakitnya.
"Sayangku,
jika kamu lepaskan pisau itu , kau akan kehilangan banyak darah."
Kulepaskan tanganku dan berusaha untuk merangkak kearah pintu.
"Kamu
terlalu nakal sayang, jika kau terus bergerak pisaunya akan memotong otot,
pembuluh darah bahkan sarafmu dan kamu tau apa akibatnya." Katanya.
"Dan ini tidak akan menarik untuku karna kamu begitu cepat untuk mati, beri aku kepuasan terlebih dahulu sebelum menemui ajalmu." Sambungnya.
Pukul
02.52
Tanpa
menghiraukan perkataannya aku terus berlari ke arah pintu dan diam-diam memanggil
polisi menggunakan apple watch di sakuku yang dimana baterainya sisa 2%.
Sementara pria itu sibuk membersihkan darah yang ada di lantai dapur tadi.
"Livy,
dimana kamu?” Panggil pria itu, entah darimana dia mengetahui namaku, atau
mungkinkah aku sudah menjadi sasarannya? Lalu mengapa aku? Ada apa denganku?
Belum
sempat ku terhubung ke kantor polisi pria itu sudah mengetahuinya yang
mengakibatkan ia marah.
"Halo,
disini dengan...." Suara pria yang terdengar dari penggilan itu.
"Tolong
aku, ada pria yang mau membunuhku, kumohon tolong aku." Teriaku memotong
pembicaraan petugas polisi, sebelum pria itu berhasil merebut apple watchku dan
menghancurkannya.
Pira
itu lagi-lagi menyertku dan membawaku kesebuah ruangan gelap bahkan aku pun tak dapat melihat apapun
disana. Posisi dimana pria yang membawaku saja aku tidak bisa melihatnya. Hanya
bau busuk dan amis yang aku rasakan sekarang.
"Doorrr!!
Doorrr!!!" Dua kali tembakan yang sepertinya keduanya menembus dada dan
leherku. Yang seketika membuatku tersungkur dan bahkan tak dapat mengatur nafasku
lagi.
Tiba-tiba lampu menyala menerangi isi ruangan ini. Dengan pandangan yang mulai memudar kulihat seisi ruangan sudah dipenuhi dengan tulang belulang. Bahkan ada satu jasad utuh yang masih tergantung di atas, bahkan jika dilihat kepalanya hampir putus dari badannya. Banyak organ manusia yang berada di dalam toples tersusun rapi di almari-almari itu.
Malihat
ini aku hanya bisa pasrah, mungkin malam ini memang takdirku menjadi mangsa
dari seorang prikopat yang tak ku kenali. Hanya penyesalan yang ada dihatiku.
Rasa bersalah pada ibuku akibat aku tak mendengarkan nasehatnya. Mungkin jika
aku mendengar nasehatnya untuk malam ini saja pasti aku masih dirumah dan
memakan sop ayam buatan ibuku. Sayangnya aku terlanjur terlelap dalam pesta
bersama teman-temanku dan pulang selarut ini sendirian. Ku berharap jasadku di
buang oleh pria ini dan tidak pernah ditemukan, aku tak bisa membayangkan
bagaimana ibuku mengadapi ini semua.
"Ibu
memaafkan aku."
Lanjut
Part 2
Yogyakarta,
2 Februari 2023
Penulis:
Tri Mulyaningsih, Kader PMII Ashram Bangs, Korp Cakra Abhiseka.
0 Response to "ANONYMOUS PSYCHOPATH"
Post a Comment