Mewaspadai Gerakan Radikalisme

Oleh: Ahmad Fathoni Fauzan*
Sumber gambar: http://www.sutrisnobudiharto.net
Perdamaian dan kebahagiaan adalah impian setiap manusia. Tidak ada satu pun agama yang memerintahkan umatnya untuk menebar kebencian. Ajaran agama-agama memiliki peran dan fungsi besar bagi kehidupan manusia, terutama dalam hubungannya dengan Tuhan dan individu dengan individu lainnya. Singkatnya, setiap agama hadir di dunia untuk memberikan kedamaian sekaligus keselamatan bagi setiap pemeluknya. Tidak terkecuali agama Islam yang memiliki watak rahmatan lil ‘alamin.

Islam adalah agama kedamaian. Prinsip kasih sayang dan persaudaraan merupakan inti dari ajaran-ajarannya. Ahmad Syafiie Maarif dalam Islam dalam Bingkai Keindonesiaan (2015) menegaskan bahwa watak Islam adalah menyejukkan. Islam memberikan kesejukan dan kedamaian tidak saja kepada umat Islam sendiri, namun juga ke segenap penjuru alam.

Karena itu, sudah barang tentu Islam menghargai adanya setiap perbedaan. Sebagaimana makna yang tersirat dalam kata “al-Islam itu sendiri yang bermakna “keselamatan” dan “kedamaian”. Namun dalam perjalanannya, Islam kini seolah kehilangan makna substantifnya. Dilatarbelakangi oleh munculnya gerakan radikalisme di Indonesia yang belakangan semakin menjamur. Tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam upaya menanggulangi sekaligus mencegah gerakan radikal yang mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan nasional.

Radikalisme dalam berbagai bentuknya sangat berpotensi memecah belah umat. Bahkan merusak bangunan kebangsaan dan ke-Indonesia-an yang dengan susah payah diperjuangkan oleh para founding fathers. Nada dasar dari ideologi gerakan-gerakan radikal adalah anti kebhinekaan, menebar kebencian, dan merusak persatuan.

Menurut hemat penulis, radikalisme dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe pertama merupakan tipe persuasif. Cara yang dilakukan oleh kelompok radikal ini tergolong senyap dan massif. Menanam bibit-bibit kebencian kepada kelompok Islam lainnya yang tidak sepaham dengan mereka melalui media dakwah dan mudah mengkafirkan seseorang.

Tipologi kedua, radikalisme anarkis. Berbeda dengan tipe yang pertama, kelompok ini cenderung menggunakan cara kekerasan secara terang-terangan dan brutal. Misal radikalisme yang terjadi di timur tengah, Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Penulis beranggapan, kelompok ini tak ubahnya seperti kolonialisasi agama. Atas nama Tuhan mereka menancapkan taring-taring pengaruhnya dengan semangat jihad yang diyakini sebagai jalan kebenaran mutlak.

Secara umum, radikalisme harus kita tolak. Apapun dan bagaimana pun tipologinya, Menurut Yusuf Qardlawi dalam bukunya, Islam Ekstrem (1989), radikalisme lahir dari cara berfikir yang sempit terhadap teks-teks al-Qur’an dan Hadits. Mereka menolak keragaman tafsir dan pemikiran kontekstual para ulama kontemporer. Apa yang berbeda menurut pemahaman mereka, harus dihabisi dengan dalih kafir dan sesat. Di sinilah benih-benih kekerasan akan muncul dari sempitnya cara berfikir dan memahami ajaran-ajaran Islam. Karena itu, apa pun bentuknya jelas radikalisme tidak senafas dan selaras dengan keislaman yang berkembang di negeri kita.


*Penulis adalah kader PMII Ashram Bangsa
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Angkatan 2011 (Korp Komando Pergerakan Intelektual)
Beberapa karya-karyanya sudah tersebar di media-media lokal dan nasional.
Dan saat ini mejadi pengamat Sosial dan Politik
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

0 Response to "Mewaspadai Gerakan Radikalisme"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel