Aswaja dalam Masyarakat NU

Zaman ini sering kali bermunculan berbagai kelompok di tengah masyarakat islam yang mengaku sebagai kelompok Ahlus Sunnah Waljamah seperti Laskar Jihad Ahlus Sunnah Waljamaah,salafi dan lain sebagainya. Yang mana gololongan-golongan di atas tadi suka menuduh golongan yang tidak sama dengan mereka dianggap ahlul bid’ah, syirik, khurafat dhalalah dan lain sebagainya. Walaupun pada dasarnya mereka mengaku dan berlabel Aswaja akan tetapi perilakunya terkesan radikal, merasa kelompoknya yang paling benar dan seringkali menyalahkan kelompok lain yang tidak sekelmpok dengannya dan mengeklaim hanya kelompoknya yang paling islami.

Di tengah maraknya ideologi yang tidak jelas dan mengada-ada tersebut di kalangan masyarakat, perlu kiranya dapat perhatian khusus dari para ulama, khususnya Nahdlatu Ulama (NU) yang notabene mayoritas di Indonesia, sehingga kaum Nahdliyyin (masyarakat NU) tidak terkontaminasi dan teracuni oleh paham-paham radikal yang berlabel Aswaja, agar pemahaman mereka tetap berada di jalur Aswaja An-Nahdliyah.

Sejarah Singkat Berdirinya NU

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan jam’iyah yang didirikan oleh para kiai Pengasuh Pesantren, NU didirikan oleh para Ulama yang tergbung dalam komite hijaz. Para ulama sepakat mendirikan organisasi beserta namanya kepada Kh. Hasyim Asy’ari. Setelah beliau ber-istikharah, dan kemudian beliau mendapat kepercayaan dari gurunya, yakni Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan Madura untuk mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, maka berdirilah NU pada 16 Rajab 1344 H. Bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926. M.

Tujuan didirikannya NU adalah: pertama, untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam yang menganut pola Mazhab empat yaitu, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Kedua, untuk mempersatukan langkah para Ulama dan para pengikutnya. Ketiga untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptkan kemaslahatan terhadap masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.

Ciri Khas Paham Ahlus Sunnah Wa Al-Jamaah NU

Paham Ahlus Sunna Waljamaah dalam NU mencakup aspek aqidah, syariah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek keagamaan Islam. Dalam bidang aqidah didasarkan mada manhaj (pola pemikiran) Asy’ariyah dan Maturidiyah, dalam bidang fiqih terhadap empat Imam Madzhab besar yakni Imam Abu Hanifah (Hanafi), Imam Malik (Maliki), Imam  Syafi’i dan yang terakhir Imam Ahmad bin Hambal (Hambali). Sedangkan dalam bidang tasyawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu Al-Qasim al-Junaidi al-Baghdadi, serta para Imam  yang sejalan dalam syari’ah Islam.

Ciri utama Aswaja NU adalah sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah dan berkeseimbangan) yakni selalu seimbang dalam mengambil dalil, antara dalil aqli dan dalil naqli, antara pendapat Jabariyah dan Qadariyah dan sikap moderat dalam mengadapi perubahan duniawi. Dalam masalah fiqih sikap pertengahan antara “ijtihad dan taqlid buta, yaitu dengan cara bermadzhab. Ciri sikap ini adalah tegas dalam hal-hal qath’iyyat dan toleran dalam hal-hal zanniyat.

Tawassuth dalam  menyikapi budaya yaitu, mempertahankan budaya lama masih dianggap baik dan menerima budaya baru yang dianggap lebih baik. Dengan sikap ini Aswaja NU tidak apriori menolak atau menerima salah satu dari keduanya.

Dalam masalah akhlak, aswaja NU menggunakan perpaduan antara syaja’ah (berani) dan “ngawur”. Penggunaan sikap tawwadlu’ yang merupakan perpaduan antara takkabur (sombong) dan tazallul (rasa rendah diri). Sikap rendah hati merupakan sikap yang terpuji akan tetapi sikap rendah diri harus dihindari karena merupkan sikap tercela yang harus dihindari. NU sejak awal kelahirannya hingga saat ini telah berhasil memberikan sumbangsih terhadap kehidupan beragama yang ramah di tengah kemajemukan bangsa Indonesia, islam yang Rahmatan lil ‘alamin.


Pemantik, Mohammad Na'im

 

 

0 Response to "Aswaja dalam Masyarakat NU"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel