Resolusi Hukum di Tahun 2024 Menuju Perubahan Hukum Indonesia yang Lebih Maju
Sumber foto: www.detik.com
Dalam momentum tahun baru 2024 seperti
sekarang ini, setiap individu mulai merefleksikan waktu yang sudah lampau,
mekonstruksi resolusi, harapan-harapan untuk menjadi manusia yang lebih
bermanfaat kepada orang lain. Dan semua resolusi yang dibangun menyesuaikan
dengan posisi masing-masing; bidang agama, teknik, sosial, ekonomi, hukum, dan
segala bidang lainnya. Namun, dalam kajian ini hanya akan membahas terma hukum
sesuai dengan predikat penulis, yakni mahasiswa hukum. So, mari kita bahas!
Semua solusi, mesti berangkat dari
keresahan-keresahan serta berdasar pada realitas yang sudah berlalu seperti:
konflik yang berdatangan, hukum banyak di kebiri, genap dengan semua ketegangan.
Apalagi 2024 adalah tahun pasang copot pemimpin negara (Pemilu). Oleh sebab itu, perlu adanya suatu
kesepakatan, janji dan prinsip yang dibangun dalam setiap sanubari:baik dalam
bentuk individu atau lembaga. Janji itu tentang bagaimana hukum nasional
kembali pada arus yang sebenarnya, yakni hukum dalam posisi memiliki kekuatan
untuk menjaga segala ke dzaliman yang rentan terjadi. Serta tulisan ini
bertujuan agar apa yang dimaksud dengan ius constituendum dirumuskan kembali
lebih baik dengan mengkaji ulang hal-hal dasar pemikiran yang harus ditanamkan
kepada para sarjana hukum.
Pandangan Redbruch tentang hukum, bahwa
hukum harus berorientasi pada moralitas. John Rawls pun sama, bahwa hukum itu
harus menjaga hak-hak sipil, yang keseluruhannya berangkat dari prinsip
fundamental yakni moralitas yang ada dalam masyarakat. Sedangkan realitas yang
kita alami bersama, hukum dipahami dan dipraktekkan sebatas senjata politik
penguasa. Ambillah contoh dissenting opinion yang terjadi pada Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, yang meloloskan salah satu anak Presiden untuk
menjadi Calon Wakil Presiden dengan mengabulkan banding “Batas usia
capres-cawapres”. Dan karenanya MKMK (Mahkamah Kehormatan MK) memutuskan
ex-Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman melanggar kode etik hakim dan
diberhentikan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Ini hanya sebagian contoh
kecil bagaimana hukum pada realitasnya telah lari jauh dari moralitas seperti
yang John Rawls dan Redburch harapkan.
Berdasar pada realitas yang ada sekarang,
perlu adanya resolusi untuk Hukum Indonesia yang lebih bermoral. Penulis ingin
merokemendasaikan tiga hal yang harus diperjuangkan, yakni sebagai berikut:
Pertama, subjek hukum, tak terlepas penegak hukum
adalah kompenen dalam hukum yang dalam penulis menyebutnya sebagai “turut
bermain catur”, entah itu karena tidak sengaja atau terpaksa sekalipun, harus
bermain berdasar pada moralitas yang tinggi. Apalagi Indonesia adalah negara
yang masuk sepuluh besar negara paling religius di dunia. Itu adalah beban
moral yang harus dijaga bersama. Tidak perduli seberat apapun rintangannya,
karena penulis yakin dengan kalimat Tuhan “Setelah kesulitan pasti ada
kemudahan”.
Kedua, pemahaman tentang pluralisme hukum, sebagai
akibat dari masyrakat Indonesia yang heterogen harus dipraktikkan terhadap
sistem hukum serta paradigma berpikir para praktisi dan sarjana hukum. Karena
keduanya adalah unsur paling fundamental dalam hukum.
Ketiga, intelektual organik dapat dijadikan sebagai
paradigma oleh subjek hukum, pembuat undang-undang dan penegaknya. Sebagai
pengejawantan power masyarakat sipil dalam memengaruhi pemikiran para penegak
hukum dan pembuat undang-undang tadi. Yang akhir out putnya adalah tidak ada
pemikiran, sikap bahkan hukum yang berada di “Menara gading” serta tidak
membumi.
Ketiga hal ini apabila berhasil dijadikan
prinsip dalam “Berhukum”, penulis sangat yakin hukum Indonesia akan lebih baik.
Namun, tidak jarang tantangan yang harus di hadapi malah bukan faktor eksternal,
tetapi karena dari diri individu masih saja kalah dengan egoisme. Solusinya
hanya satu, yaitu paksa diri kita untuk bertahan dari rayuan egoisme. Bahkan
jika dalam lingkup agama, lebih baik terpaksa masuk ke dalam surga
(kesejahteraan) daripada suka rela ke neraka (kenistaan).
Kesimpulannya adalah, hukum dari setiap
masa ada problematika yang terus menggerogoti, dan oleh sebab itu setiap masa
harus pula ada refleksi terhada hukum itu sendiri karena hukum harus bersifat
dinamis. Tiga resolusi yang diusulkan oleh penulis yakni: subjek yang bermain
catur harus berdasar pada moralitas, pemahaman pluralisme hukum dan intelektual
organik diharapkan mampu di pegang teguh bersama demi hukum yang lebih baik dan
berkemajuan.
0 Response to "Resolusi Hukum di Tahun 2024 Menuju Perubahan Hukum Indonesia yang Lebih Maju"
Post a Comment