Kesadaran Hukum dan Kemandirian Otonomi Desa


Judul Buku : Hukum Otonomi Desa; Mewujudkan Kemandirian Desa Menuju Masyarakat Sejahtera

Penulis : Lukman Santoso Az

Penerbit : Zahir Publishing

Tahun : Juni 2021

Tebal Buku : 172 Halaman

Peresensi : Lailur Rahman


Desa merupakan salah satu partikel negara yang memiliki kesatuan hukum dan wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kehadiran otonomi desa merupakan langkah tegas hukum untuk memberdayakan masyarakat yang ada di pedalaman perangkat-perangkat negara. Hal ini menjadi penting sebuah upaya penting dalam meningkatkan masyarakat desa untuk membangun negara yang berkemajuan.

 Lantas, bagaimana dengan keadaan dan eksistensi desa? Pada faktanya tidak sesederhana itu. Indonesia pernah dilanda krisis ekonomi dan politik pada era 1997 yang terus menjadi pukulan sejarah menyakitkan. Hampir seluruh pundi kehidupan bangsa menjadi taruhan krisis yang memporak-porandakan perekonomian negara yang disebabkan oleh manajemen negara yang sentralistik, sehingga perangkat desa tidak mempunyai peluang untuk mengatur sendiri daya masyarakat desa. Eksistensi desa kembali siuman setelah adaya gebrakan otonomi desa pasca reformasi (1998-2013) yang dirampas pada masa orde baru.

 Buku yang ditulis oleh Lukman Santoso Az yang berjudul “Hukum Otonomi Desa, Mewujudkan Kemandirian Desa Menuju Masyarakat Sejahtera” menjadi wajah baru dalam merespon keterbukaan negara dalam memberikan kekuasaan seluas-luasnya terhadap desa. Terlebih, dalam upaya pemerataan pendidikan desa sehingga dapat menyamai kontestasi politik dan ekonomi ASEAN yang dimulai dari kemandirian perekonomian desa.

 Selain untuk melatih kemandirian desa, otonomi daerah dijalankan agar desa bebas dengan segala inovasinya melakukan berbagai perubahan-perubahan demi kesejahteraan desa mereka sendiri. Lukman Santoso menjelaskan bahwa, adanya UU Nomor 6 Tahun 2014 harus dapat diimplementasikan dengan sebaik-baiknya untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. (halaman 98).

 Pemerintah harus selalu mendukung dan memfasilitasi berbagai kebutuhan yang dapat mendukung kemajuan desa. Baru-baru ini juga marak dari revisi undang-undang desa yang memberikan hak demokratis seluas-luasnya terhadap desa. Namun, dalam proses implementasinya, jangan sampai menodai kesatuan masyarakat hukum pedesaan yang kental dengan adat istiadat dan budaya pedesaan. Maka, menjadi hal yang tidak logis jika sub kultur desa tidak dijadikan sebagai proyeksi negara dalam melakukan pembagunan yang lebih maju.

 Dengan demikian, negara sepantasnya mempunyai cara pandang khusus terhadap pembangunan desa. Berbeda dengan perkotaan, desa merupakan sebuah proyeksi kemajuan negara sebagaimana negara Jepang yang dapat memfungsikan sendi desa menjadi masyarakat yang maju. Menurut Kushandajani (2002), cara pandang negara terhadap keberadaan desa harus segera diubah. Betapapun, masyarakat desa merupakan akar kehidupan masyarakat Indonesia, tempat sebagian besar rakyat melangsungkan hidupnya (halaman 29).

 Acap kali desa menjadi bahan perbincangan bahwa kalangan pedesaan merupakan daerah yang terbelakangi arus global dari pada wilayah perkotaan. Padahal, jika kita melihat sebagai proyeksi negara-negara yang telah maju, partikel-partikel desa dalam wujud kekayaan alamnya, menjadi senjata kemajuan negara. Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara hukum, perlu untuk memberikan wajah hukumnya dan terus memberdayakan masyarakat desa untuk melangsungkan kesadaran hukum (civic education) menuju kesejahteraan masyarakat desa.

 Dalam konteks otonomi menurut Lukman Santoso, daerah dan desa harus mempunyai kewenangan untuk mengurus segala urusan yang berkaitan dengan semua kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dasar (basic need) seperti air, kesehatan, pendidikan, lingkungan, keamanan, dan lain-lain (halaman 113). Artinya dalam upaya mewujudkan desa yang mandiri, perlu menitik-beratkan pada unsur kesejahteraan masyarakat desa. Oleh sebab itu, kesadaran hukum dan kemandirian desa menjadi tombak gerakan negara dalam mewujudkan desa yang maju sekaligus berdaya dalam berbagai sektor.

Red: M. Abrori Riki Wahyudi 

0 Response to "Kesadaran Hukum dan Kemandirian Otonomi Desa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel