Refleksi Sumpah Pemuda terhadap Kesejahteraan Masyarakat

 



Pada 28 Oktober 1928 di Batavia Jakarta, dilaksanakannya Kongres Pemuda II sebagai lanjutan dari Kongres Pemuda I yang diadakan dua tahun sebelumnya. Kongres ini diadakan oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam kongres tersebut. Kongres kedua ini berhasil merumuskan tiga ikrar: Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dalam sejarah bangsa ini, pemuda mengambil peran penting untuk kebangkitan bangsa. Contoh nyatanya ialah Sumpah Pemuda. Peristiwa Rengasdengklok, 16 Agustus 1945 juga menjadi salah satu contoh betapa besarnya peran pemuda demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sembilan puluh dua tahun berlalu sejak 1928 hingga saat ini 2020, para pemuda masih meneriakkan dengan lantang tiga ikrar Sumpah Pemuda. Namun, situasi telah berubah. Dahulu, serangkaian aksi dan gerakan selalu didasari rasa cinta tanah air terhadap Indonesia serta dibarengi dengan kecerdasan intelektual, sifat kritis, dan semangat gerakan tanpa memandang suku maupun ras.

Entah bagaimana caranya mereka bisa meninggalkan identitas primordialnya yang begitu kuat. Saat ini saja konflik horizontal akibat kejadian primordial masih sering terjadi. Mengesampingkan kepentingan entitasnya, kemudian meleburkan diri menjadi satu dengan tujuan bersama.

Pasca digaungkan Sumpah Pemuda, gerakan-gerakan pemuda menuju kemerdekaan makin dimasifkan. Tercapainya cita-cita kemerdekaan bukan merupakan akhir dari pergerakan pemuda. Bung Karno, Presiden pertama RI memperingatkan, bahwa perjuangan selanjutnya akan lebih berat, karena yang akan dilawan ialah bangsa sendiri.

Menurut saya, tidak hanya konflik vertikal yang kerap terjadi saat ini namun konflik horizontal juga sering terjadi. Konflik tidak bisa dihilangkan karena setiap hubungan/interaksi sosial memiliki potensi menghasilkan konflik.  Semakin demokratisnya negara, semakin besar pula potensi konflik yang muncul, karena potensi gesekan antar kelompok masyarakat yang semakin intens.

Permasalahan antar pemuda yang hanya menyentuh permukaan saja namun tidak memungkiri bahwa konflik dapat mengikis sampai ke dalam masalah.

Konflik horizontal tidaklah sesederhana yang muncul di permukaan. Konflik horizontal dapat menghampar dari persoalan kebijakan, kesenjangan sosial, hingga kepentingan lain dalam jangka pendek.

Perlunya peleburan primordialisme seperti para pemuda di tahun 1928, dapat mendorong kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sumpah Pemuda menyadarkan kita bahwa Indonesia ini milik kita bersama, tidak melihat dari kalangan suku, ras, atau agama mana pun. Tak peduli berasal dari aliran politik yang seperti apa pun.

 

Aulia Iqlima Viutari, Penulis adalah kader Aktif Rayon Ashram Bangsa dan esais perempuan muda

 

0 Response to "Refleksi Sumpah Pemuda terhadap Kesejahteraan Masyarakat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel