Eka Kurniawan dan Tantangan Masa Depan Kesusastraan Indonesia

Eka Kurniawan sebelum diskusi berlangsung

“Saya percaya, seburuk apapun karya sastra,
ia mampu merubah pikiran dan pandangan setiap orang lain.”
(Eka Kurniawan)

Sastra hakikatnya merupakan sebuah refleksi bahwa lingkungan dan budaya merupakan suatu dialektika historis antara pengarang dengan peradaban pada masa itu.

Seperti minggu-minggu sebelumnya, tepat pada sabtu malam (03/03), Kafe Basa-basi yang bertempat di Jln. Sorowajan, Bantul, Yogyakarta, mengadakan rutinitas diskusi tentang kesusastraan di Indonesia dan dunia.

Kali ini, Basa-basi mengundang penulis yang sangat fenomenal dikalangan penikmat sastra karena karya-karya yang sering membuat orang tersipu. Diantanya: Cantik Itu Luka; Seperti Dendam, Rindu Harus di Bayar Tuntas, dan masih banyak yang lainnya. Dialah Eka Kurniawan.

Acara yang dikemas dengan kuliah umum itu mengusung tema yang bertajuk Membayangkan Kembali Kesusastraan Indonesia dan Dunia.

Tentu, hadirnya Eka Kurniawan ke Kafe Basa-basi mengetuk hati setiap orang untuk mengiuti acara tersebut, sehingga pengunjung kafe pun diluar batas maksimal kursi yang telah disediakan. Menjadikan minggu kali ini bukan hanya sebatas malam yang ditunggu oleh mereka yang berpasangan saja. Melainkan juga oleh para kalangan jomblo yang menjadikan acara tersebut sebagai alasan untuk merayakan kesepiannya.

"Tidak pernah saya temukan ditempat manapun, bahkan di Amerika sekalipun pemuda yang seantusias malam ini untuk belajar sastra." Kata Eka.

Hal itu membuktikan bahwasanya antusiasme pengunjung Basa-basi bukan hanya dari kalangan pecandu kopi dalam artiannya menghabiskan waktu saja. Tapi, tidak sedikit dari mereka adalah harapan masa depan kesusastraan Indonesia.

“Gairah teman-teman memenuhi Kafe Basa-basi malam ini adalah suatu bentuk bahwa sastra di Indonesia akan terus berkembang” kata Edi Mulyono selaku CO dari penerbit Diva Press, Basa-basi, dan juga Kaktus, dalam sambutannya.

Seperti biasa, dipenghujung acara, diskusi yang dipimpin oleh Tia Setiadi memberikan waktu untuk para audien untuk bertanya. Ada tiga kali sesi tanya jawab sebelum langsung dijawab oleh Eka. Disetiap sesi hanya diperkenankan untuk tiga penanya. Sehingga, banyak sekali dari para audien yang antusias mengajungkan tangannya agar ditunjuk sebagai yang terpilih karena porsi yang disediakan moderator sangatlah terbatas.

Saat ini, kekhawatiran terhadap sastra di masa mendatang dan kecemasan audien yang menanya terkait sastra di Indonesia yang terbagi didua wilayah (bagian barat dan timur) sudah terjawab, tuntas seperti dendam rindunya Eka dalam bukunya Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Sebab, seperti yang disampaikan Eka, bahwa kekuatan sastra membayangkan sebuah negeri akan sangat berpengaruh pada perkembangan bangsanya.

“Indonesia ini adalah suatu hal yang belum selesai, jadi silahkan berpikir dan bayangkan engkau akan menjadikan Indonesia ini seperti apa.” Ujar Eka.

Reporter: Akhmad Faizin

0 Response to "Eka Kurniawan dan Tantangan Masa Depan Kesusastraan Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel