Mengawali Tahun dengan Tenang

Tirto.ID
Teman saya mengeluh di media sosialnya karena tahun akan segera berganti. Ia katakan bahwa resolusi yang dibuatnya awal tahun lalu masih tidak terealisasi. Saya bayangkan mukanya cemberut dan sedikit masam ketika harus menuliskan resolusi yang sama. Resolusi yang itu-itu saja setiap tahunnya. Sepintas saya berpikir, tidak semua harus dituliskan. Maksudnya, tidak semua harus diunggah di sosial media—termasuk resolusi itu. 

 Beruntung, awal tahun ini sedikit dari teman saya yang memamerkan resolusinya. Mungkin bosan, mungkin juga insaf dan paham bahwa hidup tidak semuanya diperlihatkan. Saya termasuk aliran orang yang meyakini dengan sepenuh hati, resolusi selayaknya cukup diketahui diri sendiri. Ia harus mempunyai tempat tersendiri di relung dada dan terus dipupuk di kepala. Ini yang saya sebut sebagai resolusi yang sebenar-benarnya. 

 Perihal lema resolusi, saya lumayan akrab dengannya, dimulai kisaran tahun 2016. Tepat setiap peringatan Hari Santri Nasional, frasa resolusi jihad kerap mengudara. Tidak KH. Hasyim Asy’ari, ulama karismatik, yang pada 22 Oktober 1945 seruannya menjadi pemantik pecahnya perang pada 10 November. Sementara tanggal yang terakhir kita mafhum sebagai Hari Pahlwan Nasional, tanggal yang pertama ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional per 2015. 

 Itu satu-satunya penggunaan lema resolusi yang bagi saya mempunyai daya magis. Baru beberapa tahun sesudahnya, saya mengerti bahwa penggunaan lema resolusi tidak hanya itu. Pada awal 2021 banyak bertebaran resolusi-resolusi di media sosial. Naifnya, saya juga terbawa arus membuat resolusi di awal tahun itu. Kesimpulannya, siapa saja pasti bisa menerka, tidak satupun resolusi itu tercapai. Sejak saat itu saya percaya bahwa resolusi adalah hal sia-sia yang pernah saya kerjakan. 

 Ketika Lionel Messi berhasil membawa pulang trofi Piala Dunia ke kampung halamannya, keyakinan saya semakin bertambah. Messi adalah orang yang gagal di final Piala Dunia 2014 dan kandas duakali di Copa Amerika 2015 dan 2016. Sebuah titik paling menyakitkan dan tidak pernah terbayangkan oleh penggemar sepak bola mana pun. Bahkan, mungkin Messi sendiri tidak pernah membayangkannya. Sejak kejadian paling pedih tahun 2016 itu, sepertinya cita-cita terbesar Messi adalah juara bersama Timnas Argentina. 

 Dari sana pelajaran dimulai dan dapat saya petik. Tak sekali pun Messi mengunggah resolusi setiap akhir dan awal tahun di media sosial yang ia miliki. Semuanya mengalir begitu saja, ia bermain sepak bola sebagaimana biasanya. Yang perlu diingat bersama, resolusi selalu terpupuk di kepalanya. Tak pernah lekang dari ingatan seorang Messi ambisi juara bersama Argentina. Puncaknya, menjadi kampiun Copa Amerika 2021 dengan menjegal Brazil dan Piala Dunia 2022 pasca memukul mundur Prancis secara dramatis. 

 Resolusi adalah harapan, doa, dan keinginan yang kita harapkan terwujud dalam setahun ke depan. Lucunya, hal seperti ini seringkali hanya menggebu-gebu di awal tahun saja. Di sebelas bulan sisanya kemudian melempem. Hasilnya bisa ditebak, resolusi yang sama akan ditulis lagi di tahun depan dan depannya. Ya, persis yang teman saya lakukan di atas. Seandainya kita mau rendah hati dan berguru pada Messi, mungkin tidak akan mau cape membuat resolusi. 

 Kita hanya perlu untuk menjalani hidup sebagaimana mestinya, hidup yang mengalir begitu saja. Tunggu, ajakan saya jangan disalahpahami untuk tidak membuat gol selama setahun ke depan. Bukan di situ poinnya. Saya hanya bermaksud mengatakan bahwa resolusi yang baik bukan yang nampak formalitas belaka. Resolusi yang hanya terpantik tren akhir dan awal tahun beserta hasrat untuk pamer di sosial media. Faktanya, tidak ada yang sungguh-sungguh peduli soal resolusi. Nyaris semua orang lebih terpukau pada hasil, alih-alih racangan. Saran saya, lebih baik pamer pencapaian saja.

 Sudah semestinya, kita mengawali tahun dengan tenang, tanpa resolusi-resolusian. Maksudnya, tanpa memperlihatkan resolusi apa yang kita inginkan selama setahun ke depan. Seperti Lionel Messi, resolusi hanya perlu dipupuk terus menerus di ruang kepala. Hidup hanya perlu menjadi seperti air, mengalir. Kalau bisa mengalirnya yang deras. Jika kebetulan ada sampah dan kotoran yang ikut mengalir, maka kita sebut itu dinamikan kehidupan. Lagi pula, kenyataan kerap tidak cocok dengan apa yang kita resolusikan!(**) 

Penulis: Rofqil Bazikh 

0 Response to "Mengawali Tahun dengan Tenang "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel