AGAMA RUH NEGARA
Zaman sedemikian cepatnya berubah baik dalam kemajuan bidang teknologi dan berkembangnya sains, hal ini tentunya menjadi poros perubahan cara berfikir/pemahaman (idelogi) para penikmatnya, yang tidak lain tentunya para penikmat dituntut untuk berfikir secara cepat, tanggap, dan piawai dalam segala hal. Di era inilah kita dapat melihat seberapa banyak penikmat kemajuan ini yang mendapatkan efek posiitif dan efek negatif dalam hal berfikir / pemahaman (ideologi) dengan munculnya info-info yang valid maupun tidak valid (hoax).
Hal inilah yang
menjadi PR tersendiri bagi para penikmatnya, bisakah mereka memberi respon
positif atau malah negatif? Namun yang terjadi sekarang rata-rata para penikmatnya memberi
respon negatif, mengapa demikian ? survey membuktikan bahwa dampak yang
diterima oleh para penikmatnya itu dampak negatif yang berawal dari tanggapan
mereka sendiri, seperti contohnya yang terjadi di Indonesia tentang konflik
agama yang sampai sekarang belum usai. Hal ini terjadi karena banyaknya
penikmat modernisasi yang memberi respon negatif tentang info yang update baik
di media online, massa, cetak, awalnya
mereka mendapati info tentang agama yang tidak valid (Hoax) kemudian mereka memberikan
respon negatif dan mereka tidak mau mencari tahu kebenaran info tersebut yang
akhirnya memberikan dampak buruk bagi penikmat dan orang-orang disekelilingnya
dan timbulah perpecahan. Dalam menyikapi hal ini perlunya kita bangkit dari
keada’an gelap gulita menuju keada’an terang benerang dengan cara memahami
hakikat agama di dalam negara.
Islam sebagai agama Rahmatan lil alamin memiliki prinsip dan ajaran
yang syamil (lengkap) dengan arti bahwa islam mengatur segala sesuatu dalam aspek
kehidupan manusia, baik dari urusan spiritual, sosial, hingga politik.
Kehadiran islam disuatu negara sebagai agama memiliki relasi dengan negara.
Relasi antara agama dengan negara adalah reciprocal ( saling membutuhkan satu
sama lain ), artinya agama butuh negara untuk menjalankan syariatnya dan negara
butuh agama sebagai landasanya. Imam muhammad bin muhammad al-ghozaly dalam
kitabnya ihya’ Ulum ad-din Juz 1 hal 17 beliau mengatakan bahwa :
وَالْمُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ
وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ
وَمَا لَا اَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar,
sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan
dasar tanpa penjaga akan hilang
Dari pendapat imam ghozaly ini dapat kita tarik pointya bahwa agama
dan negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karena agama sendiri
merupakan pondasi dan negara penjaganya, agama tanpa negara akan tersia-siakan
dan sebaliknya. Dalam hal ini agama memberi panduan bagi pemeluknya sebagai keberlangsungan
hidup dan untuk menjalankan panduan tersebut tentunya secara otomatis agama
butuh keterlibatan negara.
Hal yang terpenting dalam sebuah negara adalah negara dapat
mewujudkan kemaslakhatan dan menjauhkan kemudlaratan dengan cara melaksanakan
panduan yang diberikan oleh agama yaitu berupa Maqosidus syariah atau 5 H :
· Hifdz Ad-din ( perlindungan agama )
· Hifdz An-nafs ( perlindungan jiwa )
· Hifdz Al-aql ( perlindungan akal )
· Hifdz An-nasl ( perlindungan genetik )
· Hifdz Al-mal ( perlindungan harta )
dengan ini perlunya negara membuat peraturan perundang-undangan (
per-UU-an ) yang tidak bertentangan dengan maqoshidus syariah. Maka setiap
undang-undang hendaknya memberi kemudahan bagi umat beragama untuk mewujudkan
nilai-nilai maqosidus syariah ini sesuai dengan kaidah fiqih :
تَصَرَّفُ اْلِامَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan kepada
kemaslakhatan
Negara yang menjadi penjaga agama sudah sepatutnya memberikan
kebijakan yang dampaknya positif, lebih – lebih kebijakan yang berkaitan dengan
agama. Negara harus secara penuh memberi dukungan dan bantuan untuk
keberlangsungan terwujudnya maqoshidus syariah,
namun jika dalam pelaksana’an maqoshidus syariah ada hal-hal yang
bertentangan dengan peraturan per-UU-an yang telah disepakati, maka negara juga
mempunyai hak wewenang untuk memberikan
kebijakan hukum didalamnya.
Inilah yang seharusnya menjadi batu pijakan para penikmat
modernisasi sekarang agar tidak sering menelan mentah-mentah info atau berita
tentang agama yang belum/tidak valid (Hoax), karena nantinya yang merasakan
dampaknya tidak hanya sang penikmat saja namun orang sekitarnya pun ikut merasakan.
Dan masih banyak yang beranggapan bahwa negara belum memberikan jalan alternatif
untuk melaksanakan perintah agama dan menjauhi laranganya padahal sudah jelas
bahwa segala hal yang berkaitan dengan agama sudah diatur oleh negara.
Seperti ibadah haji diatur oleh BPKH ( badan pengelola keuangan
haji ), pembayaran zakat diatur oleh BAZNAS ( badan amil zakat nasional ),
penentuan awal ibadah puasa diatur BHR ( badan hisab dan rukyah ) dan urusan
agama lainya yang mana semua lembaga itu merupakan instansi negara. Hal inilah
yang sepatutnya kita syukuri dan sadari bahwa negara telah berupaya memberikan
jalan alternatif dalam menyelesaikan persoalan urusan agama bukan malah kita
jadikan hal ini sebagai perlawanan terhadap negara ( memisahkan negara dan
agama ) atas nama agama.
Faizal Basri, Mahasiswa
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
0 Response to "AGAMA RUH NEGARA"
Post a Comment