Kesetaraan Gender dalam Persepektif Islam

Saat kedatangan Agama Islam ke peradaban, masyarakat pertama yang bersentuhan dengan dakwah Agama Islam ini tidak lain adalah masyarakat Arab. Kedudukan wanita dalam masyarakat ini tergambar dari sikap umum masyarakatnya yang tidak merasa bangga ketika para isteri melahirkan seorang anak perempuan. Bahkan tak sedikit bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup. Dan hukum jahiliyah tidak mengakui hak waris anak perempuan, kaum perempuan sama sekali tidak mempunyai hak dalam kehidupan berumah tangga. Laki-laki mempunyai hak tidak terbatas untuk memiliki sejumlah istri yang diinginkan.

Kedatangan ajaran Islam ini membawa angin segar bagi kaum perempuan. Ajaran Islam menjadi rahmat bagi perempuan karena Islam mengajarkan persamaan antara manusia. Perbedaan yang terlihat hanya terdapat pada tinggi rendahnya nilai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedudukan perempuan dalam ajaran Islam tidak seperti yang dipraktekkan oleh sebagian masyarakat. Ajaran islam pada hakekatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.

Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis memang hampir selalu diartikan sebagai “ketidaksetaraan” yang melahirkan diskriminasi. Sepanjang sejarah, memang tidak banyak perempuan yang menjadi pemikir, pemimpin, dan tokoh masyarakat. Dengan demikian, realitas ini secara sepintas akan menjadi bukti kelemahan eksistensi kaum perempuan di antara kaum laki-laki. Realitas tersebut kemudian akan menyisahkan tanya “manakah yang benar?”, tentu saja keduanya harus dipahami berdasarkan sudut pandang yang digunakan kedua pendapat ini.

Kesalahan dalam mempersepsikan persamaan dan perbedaan laki-laki dan perempuan bisa berakibat fatal. Perbedaan yang digeneralisir dalam semua hal, juga umumnya melemahkan perempuan. Banyak label-label yang dilekatkan pada perempuan yang seolah-olah merupakan kodrat yang umumnya bernada negatif.

Dalam kenyataannya, tidak semua laki-laki lebih cerdas atau lebih pintar daripada perempuan. Sebaliknya, ada juga laki-laki yang emosional dan lemah lembut. Sehingga dapat dipahami bahwa yang membedakan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan itu hanyalah hal-hal yang bersifat kodrati. Hal ini tentu saja bisa dijadikan tolak ukur. Kalau kian terbukti perempuan bisa pandai tentu saja perempuan pun bisa menjadi seseorang yang tidak bergantung pada orang lain. Begitu banyak sifat negatif yang ditimpakan kepada seorang perempuan seolah-lah “sudah dari sananya.” Atau sudah menjadi harga mati. Pandangan seperti itulah yang justru mengajari perempuan untuk memiliki karakteristik negatif dan lemah.

Wacana tentang gender ini dalam Islam ditanggapi secara beragam. Ada yang menerimanya secara positif namun ada pula yang negatif. Memang jelas kalau gender adalah wacana yang membicarakan relasi laki-laki dan perempuan atau kedudukan keduanya. Laki-laki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi harmonis dalam keluarga dan masyarakat. Ini berarti kita dituntut untuk mengetahui keistimewaan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan pernyataan tersebut maka perempuan diciptakan Allah untuk mendampingi laki-laki, demikian pula  sebaliknya. Dengan model hubungan ini, berarti bersifat mutualisme.

Pemahaman terhadap wacana gender ini merupakan hal yang memerlukan analisis secara kuat. Perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan tidak semsetinya dipahami berdasarkan atribut biologis. Gender dapat dipahami sebagai perbedaan yang terlihat berdasarkan relasi sosial yang lebih terkait dengan nilai dan prilaku. Prinsip kesetaraan gender dalam persepektif Islam adalah kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dalam beberapa hal. Perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan hanya dapat dilihat dari segi tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT.

 

Intan Aulia Rahma, Mahasiswa Hukum Tata Negara dan kader Rayon Ashram Bangsa 2020

0 Response to "Kesetaraan Gender dalam Persepektif Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel