KETIKA BICARA REVOLUSI
Sunday, November 18, 2018
Add Comment
Oleh : Zuhdy
Gambar : Ariadiprana.com
Suatu pagi di SDN 1 Bata putih Di Kabupaten Skala, Profinsi
kemerdekaan Indonesia, upacara sedang berlangsung, hari senin seragam merah
putih bertenggeran di tubuh kecil anak usia dini, matanya masih polos, celana
pendek merah menjadi khas di SDN itu, hingga bekas luka di betisnya terlihat
jelas dan hal itu menjadi khas anak anak desa yang sering jatuh hingga terluka akibat memanjat pohon,
dan bermain sepeda atau akibat dari permainan lainnya yang mengakibatkan luka
kecil yang membekas di betisnya itu.
Tiga anak berbaris; satu di antara mereka perempuan membawa bendera
merah putih yang akan dikibarkan di halaman sekolah, matanya menyimpan kebehagiaan
hasil dari jerih payah perlawanan pahlawan, suatu bentuk hasil dari perlawanan
itu adalah kebebasan anak kecil untuk mengibarkan bendera merah putih di manapun.
Setelah itu seorang guru berfatwa, memberikan sambutan di hadapan
murid muridnya, ya hari ini adalah hari kemerdekaan, tepatnya 17 Agustus 2018
yang menjadi alasan mengapa ada pengerekan bendera saat itu, 17 Agustus menjadi
hari bersejarah yang mempunyai nilai penting yang harus dirayakan dan diakui
oleh bangsa indonesia dan penduduknya, yang menjadi hari bersejarah, hasil
jerih payah pahlawan dengan semangat juang demi memerdekakan bangsa yang “gemah ripah loh cinawe ini”.
“hari ini adalah hari yang di mana kita harus berbahagia karena,
hari ini adalah hari bangsa kita merdeka, yaitu pada 17 Agustus 1945 yang
menjadi awal Indonesia menetas sebagai negara merdeka, Ir Soekarno adalah bapak
revolusi, sebagai bapak bangsa Indonesia yang memerdekakan Indonesia dengan
pembacaan proklamasi, dan pengibaran sangsaka merah putih.
kalian sebagai anak penerus
bangsa yang akan menentukan nasib bangsa kedepannya, harus semangat dalam belajar
dan menuntut ilmu, agar kalian mempunyai modal untuk membanggakan Indonesia
dengan prestasi yang akan membanggakan sekolah, orang tua, dan bangsa Indonesia
ini”.
semua anggota upacara dan para guru yang berjejer di barisan depan
bertepuk tangan dengan sambutan yang disampaikan oleh kepala sekolah, bapak
Budi Ruhiatudin S.Ag sebagai kepala sekolah di sekolah itu, dengan semangat dan
percaya diri, bahwa dengan kata katanya ia dapat menyadarkan siswa dan siswinya
akan semakin semangat dalam belajar dan menorehkan prestasi tidak sampai di
situ pak budi mengajukan pertanyaan kepada siswa-siswinya.
“pada tanggal berapa bangsa ini merdeka?”
“tujuh belas agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima…”
(dengan serentak siswa menjawab, kepala sekolah itu bertanya lagi
dengan keras).
“siapa bapak revolusi indonesia ?” tanyanya secara jelas di
depan siswa-siswinya dan penuh dengan percaya diri bahwa mereka akan menjawab
pertanyaannya dengan serentak, dan benar mereka menjawab.
“Ir. Soekarno” Jawab mereka serentak dengan kepercayaan
bahwa yang dikatakan kepala sekolah mereka itu adalah benar.
“guru” jawab seorang anak kecil yang sekitar berumur lima
tahun menjawab dengan percaya diri, namun jawabannya tidak seperti yang lain,
dia salah tingkah, membuat semua guru yang ikut upacara itu keheranan dengan
jawaban satu siswa itu.
“kenapa dia menjawab guru?” batin kepala sekolah itu
bergumam dengan jawaban anaknya yang satu itu.
“saya, tidak hanya butuh jawaban yang benar dari kalian, tapi
yang saya butuhkan juga semangat kalian dalam mengenang bapak revolusi, dengan
semangat belajar dan menorehkan prestasi yang tinggi hingga membuat dia bangga
dengan prestasi kalian di alam sana.” Sambutannya di akhiri dengan salam,
dan ia berlalu dari hadapan siswa-siswinya, namun dia masih keheranan dengan
jawaban satu siswa yang selalu terngiang di setiap langkahnya.
***
Selang beberapa jam kepala sekolah itu menyuruh pihak kesiswaan
untuk memanggil anak yang menjawab guru ketika ditanya mengenai bapak revolusi,
yang menjadi perbincangan guru-guru di kantor sekolah, nama anak itu adalah
sutoyo, yang masih identik dengan kekunoan sehingga nama anaknya saja diambil
dari nama kuno yang tidak ada maknanya atau disebut dengan istilah ajami.
“nama kamu siapa?” tanya kepala sekolah
kepada anak kecil yang baru saja datang dan duduk di depannya
“sutoyo pak ”jawab anak kecil itu dengan muka yang menghadap ke
bawah, dia sangat tunduk kepada semua guru dan hal itu sudah diketahui kepala
sekolah dari pihak kesiswaan.
“mengapa
jawabanmu berbeda sendiri tadi, nak.?”
“siapa
yang mengajarimu? bukaankah bapak sudah memberi tahu bahwa bapak revolusi itu
adalah ir. Soekarno ?” tanya kepala sekolah untuk menghilangkan rasa
penasaran kepada anak didik yang satu itu.
“karna
kata bapak saya,, bapak revolusi itu adalah seorang guru”
dengan
batin yang semakin memburu kepala sekolah menanyakan kembali
“kenapa
bapakmu tidak mengajarkan soekarno itu adalah bapak revolusi?”
“
bapakku juga mengajarkan itu, namun tidak terlalu bagus bagiku” jawabnya
dengan santai.
“terus ada apa dengan guru ?”
“guru itu yang mendidik saya kata bapak, yang mengajarkan saya
tanpa lelah, dan menjadikan saya tahu sebuah ilmu yang akan bermanfaat bagi
saya untuk masa depan” jawabnya menggunakan kata yang pernah disampaikan
oleh orang tuanya kepada Satoyo.
“jadi, semua guru yang telah mengajarkanku ilmu, dia adalah bapak
revolusi seperti apa yang bapak ajarkan kepada saya ” anak itu terus terang.
Mendengar jawaban yang disampaikan Satoyo, pak Budi sebagai kepala
sekolah hanya menunduk dan berfikkir sejenak, bahwa yang disampaikan oleh salah
satu anak didiknya itu memang cukup benar, ir. Soekarno merevolusi bangsa, dan
seorang guru merevolusi generasi bangsa, jadi tak ada bedanya sebuah revolusi
itu.
Sebagai kepala sekolah dia harus mengapresiasi Satoyo dan orang
tuanya, karen telah mengajarkan banyak hal kepada anak didiknya, dia baru sadar
bahwa pemahaman revolusi anak kecil dan orang tua yang masih kental dengan
sifat kekunoan, mempunyai celah besar dalam mendidik anak yang akan menjadi
generasi bangsa Indonesia ini.
Dua
hari setelah itu kepala sekolah SDN 1 mengunjungi rumah Satoyo, dan memberikan
hadiah, dan semula bapak Satoyo tidak mau menerima hadiah dari sekolah, dan
setelah melewati perdebatan kecil, bapak Satoyo mau menerima sebagai bentuk sodaqoh dari sekolah untuk keluarganya.
*Penulis adalah Kader PMII Rayon Ashram Bangsa
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Angkatan '18 korp (Pasko)
0 Response to "KETIKA BICARA REVOLUSI"
Post a Comment