Ketika Pemuda Micin Bersumpah

Oleh: Di Mashudi*
1509693706.1498
Sumber gambar: https://playworld.id

Senja mengguratkan warna kuning jingga keemasannya, membuat ribuat mata berjamaah terpesona olehnya. Di samping itu semua, lahir kegelisahan yang membadai lalu berkecamuk dalam batin; teringat pada kisah sumpah para pemuda Indonesia yang pernah menggaung menghiasi perjalanan sejarah negeri ini.

Hari sumpah pemuda memang sudah lewat tanggal dan waktunya, akan tetapi sumpah itu bukanlah hanya sebatas momentum, melainkan adalah semangat kebangsaan yang harus terus dijaga tanpa mengenal tempat dan waktu. Sebab, jika tidak,  perayaan yang dilakukan pada setiap tanggal kejadian hanya sebatas seremonial belaka.

Baiklah, kita mulai saja kroni-kroni sejarah semangat pemuda-pemudi yang pernah menghiasi kehidupan bangsa kita...

Berawal dari kegelisahan yang sama; terjajah, tertindas, dan terasingkan di buminya sendriri, para pemuda dari Sabang sampai Merauke berkumpul di Batavia pada tanggal 27-28 Oktober 1928 merumuskan semangat kebangsaan untuk memperjuangkan negerinya yang sedang terjajah. Semangat yang menggebu serta rasa nasionalisme yang telah mendarah daging, sejak itu pula pemuda bersepakat untuk membangun komitmen bersama untuk bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa Indonesia (baca: sumpah pemuda)

Dari ocehan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia pada zaman pra kemerdekaan adalah bagaimana cara memerdekakan supaya bangsanya tidak selalu terkungkung atau berada dalam tekanan kolonial, dengan upaya menciptakan rasa nasionalisme dan semangat perjuangan tanpa memandang suku, ras, dan agama sebagai pondasinya.

Semangat perjuangan tak pernah berakhir, ia tumbuh dan mengakar dalam diri setiap pemuda Indonesia. Hingga pada saat menjelang kemerdekaan pun, para pemuda juga ikut ambil bagian dengan meminta Soekarno untuk segera memproklasikan kemerdekaan Indonesia. Hingga terjadilah penculikan terhadap Soekarno yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pada 16 Agustus 1945, di Rengasdengklok.

Setelah Indonesia merdeka, perjuangan para pemuda dan pemudi tetap berlanjut sampai bercucu, bahkan sampai bendera reformasi berhasil ditancapkan di atas gedung MPR untuk menumbangkan si Bapak Pembangunan (baca: Soeharto)

Tapi pertanyaannya, ketika zaman old pemuda sibuk untuk kemerdekakan bangsanya, serta rela mati demi menumbangkan rezim yang merongrong negerinya, bagaimana dengan pemudan zaman now?

Mengingat sumpah yang digaungkan oleh pemuda-pemudi zaman dulu, efek yang dilahirkan tidaklah main-main, sumpah tersebut mampu membakar semangat nasionalisme rakyat Indonesia untuk melawan penjajah. Mampukah pemuda hari ini melahirkan suatu sikap yang sama dalam menghadapi gejolak sosial, budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia yang semakin hari semakin mengkhawatirkan seperti saat ini?

Kehidupan politik di negeri ini sudah diluar jangkauan akal manusia normal, keberpihakan dalam pembagian kursi di parlemen, praktek korpusi yang tak ada ujungnya, dan penghabisan lahan produktif petani yang tak ada belas-kasihannya merupakan sebuah potret bahwa bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Meskipun pada hari ini Indonesia tidak lagi ada dalam kekuasaan penjajah, bukan berarti para pemuda tinggal diam dan menikmati fasilitas hidup yang ada, lalu lelap dalam mimpi utopis yang terkurung dalam kepalanya. Sebab, kemerdekaan yang diproklamasikan hanyalah pengantar ke depan pintu gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, negeri ini sangat membutuhkan semangat dari pemudanya untuk meneruskan cita-cita yang yang selama ini didambakan, persis seperti yang tercantum dalam Pancasila. Sedangkan jalan satu-satunya untuk meraih cita-cita tersebut hanyalah jika para pemudanya mampu memiliki kesadaran dan semangat persatuan lebih ketimbang pemuda zaman dulu untuk kesejahteraan bangsanya. Tetapi, cita-cita tersebut akan pupus begitu saja jika para pemuda dan pemudinya hanya sibuk selfie, shopping, hunting-hunting, lalu pulang ke rumah dan tidur sampai puas tanpa berpikir yang sedang terjadi di sekitarnya.

Menurut hemat saya, itulah cikal-bakal munculnya generasi micin, mereka puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air tanpa peduli tragedi dan ancaman Indonesia mendatang.

Yogyakarta, 28 Oktober 2017.
Penulis adalah kader PMII Rayon Ashram Bangsa

Angkatan 2014 (Korp Aliansi Pejuang Indonesia)

Bergiat di komunitas IDEATRA dan Menulis Pinggir Rel (MPR) Yogyakarta

0 Response to "Ketika Pemuda Micin Bersumpah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel