Janji Kita di Bukit Cinta

Oleh: Zain Ali PM*
Sumber gambar: https://travelingyuk.com
Angin malam mengelayun kencang, semerbak ombak menghalang, menerpati janji-janji hilang. Menupas indahnya gemintang malam. Sayup-sayup angin mengemuruh dengan membawa seutas tali harapan. Dengan secangkir kopi yang menemani sebatang rokok yang menjadi pelipur kekosongan diri. Dengan nama Ahmad Muhammad ia duduk sembari fikiranya menyala-nyala bak lampu yang terang menderang, hingga hinggaplah cahaya itu kepada satu nama. Nama Fadilah yang baru ia kenali diakun facebooknya.

Perkenalanya sangatlah singkat namun kenangan demi kenangan bersamanya semakin melekat. Dua minggu sudah ia mengenali nama Fadilah tanpa pernah melihat satu di antara mereka berdua bertatap wajah.

Ahmad baru saja bangkit dari duduknya, yang sedari tadi fikiranya melamuni satu nama yang selalu mengahantuinya. Lalu Ia menuju kamarnya sembari tanganya mengotak atik tombol samart phone nya

Sebuah pesan dari Fadilah

“Selamat malam Ahmad. Pasti kamu sudah sholat isya, entah Ahmad. Malam ini tampak beda dengan malam-malam sebelumnya. Seakan ia turut serta akan batin yang tengah aku rasa”

“Apakah gerangan yang tengah engkau rasakan duhai Fadilah. Mengapa malampun larut dalam buaian yang tengah kamu rasakan,” balas Ahmad dengan senyum

“Seberkas cahaya rembulan, bak wajah mu yang menawan. Malam yang cerah bintang pun bergeminar dengn indah. Suasana malam yang indah ini hanya wajah mu lah yang selalu menari-nari. Rembulan itu selalu tergambar akan senyum mu, walau takdir belum jua mengjinkan ku bersua dengan mu.”

Bagaimana mungkin seorang Ahmad bisa menghapus bayangan seorang yang selalu meracuninya dengan lembutnya perkataan dan indahnya kata-kata. Seorang Fadilah memang baru di kenalnya namun pendekatan Ahamad bersamanya sudah seperti melebihi dari lima puluh tahun lamanaya. Memang setiap ulasan kalimat yang selalu Fadilah kirimkan pada Ahmad selalu membuat siapa saja akan mabuk kepayang akan racun kata-kata indah yang di buatnya.
***

Pagi-pagi buta seusai sholat subuh Ahmad kembali duduk di sebuah rotan bambu di kamarnya. Sembari ia pandangi foto Fadilah yang menurutnya ia bagaikan bunga mawar indah bila di pandanginya harum bila di ciumnya dan nikmat bila di rasakanya.

“Selamat pagi Fadilah. Tahukah kamu wahai Fadilah Tampaknya segeralah takdir akan menjumpakan kita,” suara Ahmad terbata-bata sesaat ia menelfon pujangga di balik tirainya.

“Aduhai Ahmad janganlah kau bercanda. Sungguh mendengar perkataan mu tadi, seakan aku tak mampu lagi berdiri saking bahagianya diri ini. Apa maksud di balik perkatan mu tadi Ahmad.”

“Di kota sebelah sekarang ini ada wisata baru. Kiranya engkau sudi bersama ku untuk pergi ke wisata baru itu”

“Iya Ahmad pasti aku mau.”

“Setelah sholat ashar bersiaplah engkau karena aku akan menjumput mu.”

“Kau jangan main-main Ahmad”

“Sungguh aku akan menjemput mu”

“Aku kagum akan keberanian mu itu Ahmad”

Rasa aneh yang menggelora dalam hati sanubari Ahmad membuatnya berani melampuhi seorang Fadilah wanita yang dua minggu ini bersarang dalaam hatinya.
***

(Bukit Cinta Pamekasan 7-syawal-1437 H)

Wisata baru yang baru di buka tahun 2016 ini tampak begitu ramai. Apa lagi sekarang ini adalah hari libur panjang. Yah, bukit cinta itulah nama wisata baru yang terletak di kabupaten Pamekasan. Tepatnya di sebelah utara Monomen Arek Lancor  (ARLAN) Kota Pamekasan di Kecamatan Blumbungan.

Berkunjung ke wisata bukit cinta ini secara tidak langsung  kita di bawa kedua Negara, oleh Corak dan corek yang di fasilitasi di wisata bukit cinta ini. Di sana kita akan menemukan payung berterbangan mengingatkan kita akan budaya Negera Taiwan. Dan apabila kita sedikit agak melangkahkan kaki, maka mata kita akan di manjakan oleh sebuah bukit yang tingginya di perkirakan mencapai 9 cm. dan hiasai oleh tangga-tangga yang menjulang ke atas, diman tangga ini yang membuat bukit ini punya julukan BUKIT CINTA.

Di karenakan tangga-tangga ini membentuk lingkaran cinta. Dan bukit ini bisa kita temukan di Wasington DC Amirika Serikat. Maka tanpa terasa kita bisa merasakan suasana dua wisata di dua Negara dan itu hanya ada di Pamekasan Madura.dan juga wisata bukit cinta ini di lengkapi water park atau kolam berenang yang indah serta membahana.

Ahmad dan Fadilah baru saja menghabiskan fasilitas di wisata ini. Tibalah saatnya mereka berdua berada tepat di depan bukit cinta ini. Entah mengapa Ahmad mukanya tampak kaku sepertinya ia hendak berucap kata kepada Fadilah.

“Fadilah.”

“Iya Ahmad.”

“Bolehlah kiranya aku berkata sepetah kalimat dengan mu.”

“Tentu saja boleh Ahmad kenapa kamu tampak gerogi begitu.”

“Tak tau harus dari mana aku ingin memulai kalimat ini. Rasa-rasanya diri ini tak punya nyali. Semenjak takdir memperkenalkan kita aku merasa seperti tuhan telah mengirim seorang bidadari pendamping hidup.”

“Tak faham diri ku akan perkataan mu ini Ahmad. Bisakah kau ulangi perkataan mu agar supaya aku memahaminya.”

“Aku sangatlah menyadari bahwa diri ku tak sepandai Nabi Muhammad, tak sekaya Nabi Sulaiman, tak setampan Nabi Yusuf. Namun adalah aku seorang insan yang juga punya rasa cinta, ingin jua di cintai, ingin pula mencintai. Dengan segenap kekurangan dn kelebihan yang aku miliki. Maukah dikau menjadi bunga dalam taman hidup ku”

“Ya aku mau menjadi bunga dalam hidup mu Ahmad. Sebenrnya kalaulah boleh aku jujur pada mu. Engkau adalah burung merpati yang pernah hinggap dalam tidur ku. Ingin rasanya iri ku menangkap burung itu namun dengan sekejap burung itu menghilang. Tetapi dengan penuh rasa bersyukur kini ia berada di hadapan ku”

“Fadilah coba kau pandangi bukit cinta ini. Seakan ia menjadi saksi akan janji suci kita saat ini”

“Iya Ahmad, aku harap bukit cinta ini bukan sekedar menjadi saksi cinta kita saja. Namun bukit cinta ini adalah sebagai saksi bisu akan sumpah ku ini. Bahwa engkaulah lelaki yang akan menjadi imam ku kelek. Demi Allah Ahmad Aku tidak akan menghianati janji ini percayalah.”

Begitu yakinya engkau kepada ku Fadilah, bukankah engkau hanya sekedipan mata saja mengenali ku. Kau belum begitu tau tentang jati diri ku seutuhnya.”

“Tak usah kau berkata seperti itu Ahmad. Melihat paras mu yakinlah hati ku. Memang aku tak tau jati diri mu begitu pula kau pada diri ku. Namun dengan segenap keyakinan serta kemantapan hati yang kita miliki. Cukuplah menjadi wakil dari sebuah perasaan kita bersama.”

“Ahmad ku.”

“iya Fadilah ku.”

Tampaknya matahari sudah mulai tenggelam. Malam nanti aku ada urusan sangat penting, jikalau tak meresahkan mu kiranya kita harus cepat-cepat pulang.”

“Oh iya sayang ku. Kita pasti pulang.”

Kegembiraan Ahmad sudah tidak bisa dibahasakan lagi. Fadilah yang dua minggu lamanya bersarang dalam hatinya. Akhirnya ia menjadi miliknya.
***

(Ds Tlambah 08-Syawal-1437 H)

Malam yang dingin menumpas pori-pori kulit hingga menyusup pada bagian tulang berulang. Cuaca malam yang buram rembulan yang enggan keluar. Bintang gemintang yang tertupi oleh awan hitam.

Tiba-tiba saja smart phone Ahmad bergetar di kiranya Fadilah yang menelfonnya, tak taunya Iqbal lah temanya. Iqbal adalah salah satu temannya Ahmad yang rumahnya berjarak dekat dengan pujangga hatinya, ialah Fadilah. Iqbal termasuk orang yang menjadi tali penghubung awal perkenalan Ahmad dan Fadilah. Ahmad sangatlah percaya tentang apa-apa yang di katakana Iqbal mengenai Fadilah. Memang..! Iqbal sendiri orangnya baik, serta kejujuran hatinya tak usah di ragukan lagi. Demikianlah penilaian Ahmad terhadap Iqbal.”gak biasanya Iqbal menelfon malam-malam begini,” lirih Ahmad.

“Iya Iqbal ada apa” Tanya Ahmad setelah ia mengangkat telefon dari Iqbal dengan sangat penasaran.

“Aku harap kamu jangan sedih dan kaget dengan apa-apa yang akan aku katakana ini sahabat ku. Aku yakin seorang Ahmad adalah laki-laki yang tangguh.”

“Apa maksud kamu ini ayolah cepat kau ceritakan. Apa yang telah terjadi.”

“Saat ini kampung ku tengah gaduh. Aku juga tidak menyangka sahabat ku dengan kejadian ini.”

“Ayolah cepat kau ceritakan tak usah bertela-tele. apa sebernarnya yang terjadi Iqbal.”

“Baru saja Fadilah tertangkap basah ketemuan dengan laki-laki lain. Rencanya ia akan segera di nikahkan sahabat ku.”

Bagaikan petir yang menyambar. Kabar kabar yang teramat pahit ini telah membuat Ahmad runtuh seketika, smat phone nya jatuh tak terkira. Fadilah yang di nilainya adalah bidadari yang akan mendampingi hidupnya, sekarang ia malah menanam sembilu lara dalam hatinya.


“Buat mereka yang terlalu percaya akan indahnya kata-kata cinta
tanpa bukti yang nyata.”



Bukit Cinta, 28 syawal 1437
*Penulis adalah kader PMII Rayon Ashram Bangsa
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Angkatan 2017 (Korp Paramartha)

0 Response to "Janji Kita di Bukit Cinta"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel